Kamis, 28 Mei 2009

SEMILOKA GEREJA & PERTANIAN ORGANIK



Klasis Boyolali baru saja mengirim utusan ke Seminar dan Lokakarya "Gereja dan Pertanian Organik" yang diselenggarakan Yayasan Trukajaya bekerja sama dengan Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (Sinode GKJ) Salatiga. Semiloka berlangsung tanggal 27-28 Mei 2009. Adapun utusan dari Klasis Boyolali adalah Pdt. Kristanto DU, Pdt. setyadi, Pdt. Simon Julianto serta satu perwakilan petani warga GKJ Ciptawening (lupa namanya..). Cukup menarik jalanya semiloka.. bahkan diakhir semiloka Klasis Boyolali mendapat kehormatan menjadi tuan rumah kegiatan selanjutnya.. wuah pendatang baru pada ranah pertanian organik nekat bersedia menjadi tuan rumah acara tiga bulan mendatang. bisik-bisik sudah dibicarakan pak simon dan pak Setyadi bahwa desain acara besok adalah pelatihan dengan pola live-in. moga-moga ada gereja di wilayah Klasis kita yang dapat menerima, rancangannya sich di pepanthan Berdug GKJ Ampel.. ya doakan PDKT berhasil... met berjuang .. salam Lestari

berikut Cuplikan TOR kegiatan tersebut:


Ketahanan pangan menjadi penumpu vital bagi ketahanan nasional karena pangan merupakan sesuatu yang tak tergantikan. Seluruh harapan untuk tumbuh, berkembang, berkarya dan menjadi produktif masih sangat tergantung pada kecukupan pangan bergizi. Bidang pertanian dituntut untuk memberi kontribusi minimal untuk kecukupan pangan dan gizi rakyat.. Di samping itu keselamatan lingkungan merupakan hal yang tak boleh diabaikan, demi apapun. Di negara maju produk pangan melimpah sementara di negara lain ada negara yang tidak mampu memberi makan rakyatnya. Di negara yang melimpah pangan, dapat dipastikan menerapkan pertanian yang sarat masukan pupuk dan pestisida kimia, benih dan bibit hasil rekayasa genetika dan mekanisasi pertanian yang menimbulkan berbagai pencemaran. Teknologi itu disebarluaskan ke negara-negara lain yang memimpikan produk pangan melimpah. Apa yang terjadi? Berkurangnya luas hutan secara drastis, pencemaran tanah, pencemaran air dan udara dan pemanasan global kini menjadi keprihatinan sebagai akibat dari kurang bijaksananya kita mengelola alam ini.

Bidang pertanian merupakan obyek yang bisa ditarik sana-sini, ditekan, diremas, diperas bahkan dijadikan permainan oleh para penguasa dan pengusaha untuk memperkuat industrialisasi, politik dan ekonomi tanpa penghargaan yang pantas pada ibu pertiwi yang kian merana. Nuansa gemah ripah loh jinawi pun kian memudar berganti mahalnya harga kebutuhan pokok yang semakin menyiksa rakyat. Menjelang Pemilu legislative 2009, beberapa parpol menyajikan data dan mengungkapkan bahwa kita telah kembali mencapai swasembada pangan namun siapa yang menjamin informasi itu benar-benar dapat menjadi jawaban nyata atas persoalan krisis pangan?

Perubahan iklim yang terjadi secara dramatis beberapa waktu terakhir diyakini sebagai akibat dari perilaku manusia yang kurang menghargai dan bahkan merusak lingkungan. Penggunaan bahan kimia berlebihan pada pertanian mengakibatkan beberapa organisme yang seharusnya hidup dalam tanah menjadi mati. Dampak selanjutnya adalah proses penyuburan tanah berjalan lambat dan untuk menjadikannya subur memerlukan dosis pupuk kimia lebih banyak lagi. Begitru seterusnya.

Memang pertanian bukan satu-satunya penyumbang bagi perubahan iklim global. Tetapi pertanian merupakan sector penting bagi pencegahannya di masa sekarang dan masa depan. Sebab pertanian adalah kegiatan yang terus dan secara sistematik dikerjakan untuk menyumbangkan bahan pangan. Karena itu memperbaiki pola pertanian juga berdampak pada banyak segi dalam kehidupan: lingkungan yang makin ramah, pangan yang sehat bagi manusia dan hewan, dan perbaikan bagi struktur tanah sebagai penopang penting pertanian dan kehidupan manusia dan organisme lainnya.

Ketika manusia mulai enggan menyentuh sektor-sektor pangan untuk memenuhi kebutuhan pokok, saat itulah krisis pangan mengancam kita. Namun pada kenyataannya ada yang lebih berbahaya daripada sekedar keengganan itu. Ketika sektor-sektor pertanian dieksploitasi untuk mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, saat itulah kehancuran dunia dimulai.

Sudah saatnya petani diberdayakan untuk menerapkan usaha tani yang mandiri. Mulai dari benih, pupuk dan sarana produksi lain yang mengangkat kemampuan dan keterampilan petani untuk mengupayakan, merawat dan menjaga ketersediaannya secara mandiri, tidak tergantung pada input-input dari luar yang mematikan kearifan local dan kedaulatan petani. Memang kini hal itu memerlukan proses yang panjang, tidak mudah dan tidak cukup dilaksanakan dalam hitungan minggu atau bulan. Perlu bertahun-tahun untuk memunculkan kembali kepercayaan diri petani menjalankan usaha taninya untuk kedaulatan pangan. Perlu dukungan dari banyak pihak untuk mewujudkannya.

Salah satu cara untuk memperbaiki kehidupan di masa depan, baik secara ekologis, ekonomis dan etis adalah pertanian organic. Mengapa? Sebab, pertanian organic akan mendukung bagi terciptanya kehidupan lingkungan. Pertanian seperti itu akan memberi ruang hidup bagi berbagai jenis organisme dalam tanah dan lingkungan akan berkembang secara berkelanjutan. Dari sisi ekonomis, pertanian organic selain murah dan mudah juga – kalau diperjuangkan secara terus-menerus akan menghasilkan produk pangan yang secara ekonomis bukan hanya terjangkau tertapi juga sehat bagi kehidupan yang menghargai antara produsen, konsumen dan lingkungan secara adil. Sayangnya, dari sisi etika, pertanian organic belum banyak dibicarakan dan diperjuangkan supaya ada keadilan bersama.

Gereja adalah bagian dari masyarakat bangsa dan negara Indonesia tercinta ini. Gereja-gereja Kristen Jawa salah satu di dalamnya. Dinamika politik, social dan kebudayaan di Indonesia tercinta ini ini seolah tak pernah berhenti membenturkan rakyat pada krisis pangan dalam berbagai jangka waktu pembangunan. Sejarah mencatat tahun 1980-an kita berhasil berswasembada beras. Namun setelah krisis ekonomi tahun 1998, kita pun dilanda krisis pangan dan persoalan kemiskinan bangsa pemilik tanah air nan subur makmur ini. Krisis lingkungan yang berujung bencana fatal menjadi akrab di pendengaran dan penglihatan kita sekarang.

Kita yakin gereja sebagai lembaga yang mengemban amanat damai sejahtera sebenarnya telah memahami kondisi buruk bidang pertanian dan lingkungan tersebut. Namun kini, gereja dituntut lebih dari itu. Melihat berbagai kenyataan di atas, gereja diperhadapkan pada suatu tantangan ke depan. Selayaknyalah gereja berperan nyata menjadi garam dan mewujudnyatakan damai sejahtera Tuhan di muka bumi ini. Bagaimana agar ketahanan pangan dan ancaman terhadap kerusakan alam ini menjadi keprihatinan bersama warga gereja. Tentu gereja dalam lingkup luas berkaitan dengan oikumene yang lintas komunitas, etnis dan wilayah administrative lainnya bahkan idealnya lintas agama. Namun secara konkret dapat kita mulai dari lingkup yang terkecil yaitu dari keluarga dan gereja kita untuk kemudian diperluas lagi.

Berdasarkan latar belakang seperti itulah, semiloka ”Gereja dan Pertanian Organik” ini diselenggarakan dengan melibatkan beberapa klasis GKJ di Jawa Tengah dan DIY serta gereja lain. Harapannya, ada pertukaran pikiran dan pengalaman dari berbagai segi: ekologi, ekonomis dan etika dari berbagai pihak : gereja, LSM, masyarakat dan petani. Selain itu dari semiloka ini diharapkan muncul semacam deklarasi atau pernyataan sikap yang diwujudkan dalam bentuk sebuah buku yang berisi pendidikan penyadaran jemaat gereja dalam pengembangan pertanian organik sehingga tumbuh suatu aksi nyata yaitu gerakan pertanian organik di jemaat gereja. Semiloka ini merupakan kerja sama antara Yayasan Trukajaya bersama Sinode GKJ dalam rangka Ulang Tahun Yayasan Trukajaya ke 43.

Tujuan :

1. Menyediakan wahana pembahasan mengenai Pertanian Lestari dari sisi ekologi, ekonomi, dan etika di kalangan Gereja-gereja Kristen Jawa dan masyarakat umum
2. Menyediakan tempat merumuskan bersama kerja sama sistematik antara Gereja-Trukajaya-Petani di bidang pengembangan pertanian lestari
3. Menyediakan wahana pertukaran informasi mengenai pertanian lestari bagi produsen-konsumen dan pelaku ekonomi lainnya

Hasil yang diharapkan :
Ada pertukaran informasi baik ilmiahdan berbasis pengalaman mengenai pertanian organik dari 3 sudut pandang : ekologi, ekonomi dan etika
Ada rumusan rencana aksi pengembangan pertanian organik di 2 contoh lokasi (klasis) yang bisa dikembangkan secara terbuka dan bertanggung jawab.

Muatan dan strategi semiloka :
Semiloka ini merupakan gabungan antara seminar dan lokakarya, yang pada ujung akhirnya adalah tumbuh kesepakatan antara gereja-Trukajaya-petani mengenai bagaimana mengembangkan pertanian organik yang sistematik dan berkelanjutan.

Dalam sesi seminar akan dibagi ke dalam 3 tahap : 1) tahap pengayaan yang berasal dari pakar atau nara sumber kompeten; 2) tahap pendalaman yang berasal dari petani dan pelaku pertanian organik. 3) Penyusunan rencana aksi di lingkup gereja.

Tahap pertama, seminar akan membahas berbagai issu yang berkaitan dengan pertanian :
Apakah globalisasi itu? Bagaimana globalisasi terjadi? Bagaimana dampak globalisasi bagi petani? Topik yang bertajuk Dampak Globalisasi dalam bidang pertanian ini akan dibawakan oleh Ibu Lily Noviati dari Yayasan Bina Desa Jakarta.
Kebutuhan pangan merupakan persoalan penting yang tak bisa ditawar bagi kehidupan manusia. Dan kebutuhan pangan tersebut dapat dipenuhi dengan pengelolaan pertanian secara bijaksana. Artinya pertanian pangan menjadi big point yang menuntut kepedulian banyak pihak untuk menghasilkan pangan yang sehat dalam jumlah yang cukup. Bp. Haryanto Santosa akan memaparkan tentang Pertanian organik mendukung Ketahanan Pangan.
Bagaimana petani memiliki motivasi kuat untuk membangun pertanian yang berperspektif ekologis, pertanian organik seperti apa yang sebaiknya dikembangkan oleh petani, sehingga tercipta kemandirian petani: dari sisi teknologi dan juga pendanaan? Bagian ini akan dibahas oleh : Rm. Wartaya Winangun dari KPTT Salatiga
Pertanian organik juga menyangkut penyelamatan kehidupan dalam jangka panjang. Bagaimana petani yang sudah bekerja lelah untuk menyelamatkan kehidupan tetapi tidak memperoleh penghargaan yang layak (harga jual, pemasaran yang kurang mendapat dukungan hukum)? Juga bagaimana kelompok orang yang dengan sadar berusaha memberikan bahan pangan sehat melalui pertanian organik, justru tidak mendapat tempat dalam pemerintahan: tidak ada hukum yang mendukung, tidak ada perwakilan politik, dan seterusnya? Bagaimana sebaiknya kebijakan yang mendukung pertanian organik dan petaninya supaya tercipta kehidupan yang lebih baik bagi petaniitu sendiri? Bagaimana gereja (GKJ) memandang soal ini? Pertanyaan-pertanyaan dalam topik Etika Pertanian itu akan dijawab oleh Pdt. Em. DR. Sutarno (warga Gereja).
Dari segi ekonomi banyak orang berpendapat bertani organik tidak ekonomis: terlalu mahal dan repot. Akibatnya model pertanian organik kurang kompetitif, karena harga terlalu mahal dan tidak terjangkau masyarakat banyak. Tentu saja, pertanian organik menjadi sangat eksklusif dan tidak dikembangkan secara masif, karena konsumennya masih terbatas. Bagaimana menjadikan pertanian organik dapat memenuhi ketahanan pangan sekaligus secara ekonomi layak dan menguntungkan petani dan juga konsumen? Bagaimana siasat yang mesti dilakukan petani? Bagaimana metode pemasaran yang kompetitif untuk produk organik? Drs. Mustofa dari Paguyuban Tani Al-Barokah akan membagikan pengalamannya kepada peserta tentang Pemasaran Produk Pertanian Organik.

Tahap ke dua berbagi pengalaman nyata beberapa petani terutama yang sudah melaksanakan pertanian organik dari sudut pandang : negatif dan positif. Sesi ini akan dimulai dengan pemaparan pengalaman 2 orang petani pelaku PO yaitu Bp. Sukamto dari GKJ Pugeran dan Bp. Sri Sutardi dari GKJ Purwantoro. Kemudian diskusi akan mengalir kepada para petani lain yang akan berbicara langsung dan dipandu oleh seorang fasilitator.

Tahap ke tiga yaitu pada hari ke dua, semua peserta semiloka berdasarkan masukan yang berasal dari pakar dan praktisi akan mencoba untuk membuat peta persoalan lebih sistematik dan mencari jalan keluar bersama yang mungkin dikerjakan. Beberapa usulan yang bersifat praktis bisa menjadi kerangka kerja bagi program kerja sama di lapang. Kemudian dipilih lokasi yang memungkinkan bagi pelaksanaan kerja sama tersebut. Dari situ bisa dirancang rencana monitoring untuk melihat perkembangannya. Nara sumber/ fasilitator pada sessi ini adalah Pdt. Yahya Tirta Prewita (Sekretaris Umum Sinode GKJ) dan Suwarto Adi (Direktur Trukajaya).

1 komentar: