Kamis, 14 Mei 2009

Retret

RETRET
(SUATU SHARING PEMAHAMAN)

A. TENTANG RETRET

Secara harafiah retret berarti mundur dari suatu posisi dengan tujuan tertentu. Retret justru kata yang popular bagi para tukang parkir, yaitu ketika mereka memberi aba bagi pengemudi untuk parkir maupun akan pergi, mereka sering bilang ``Atret pak!``. Tujuannya jelas supaya mobil dimundurkan agar dapat menempati posisi yang aman, ketika akan pergi juga tidak susah. Kaum Ignasiana (pengagum St. Ignatius Loyola) mengklaim bahwa metode retret agamawi (Katholik) ala Ignatius telah terbukti minimal selama tiga abad berhasil memandu orang mengadakan latihan rohani, yaitu dengan mengkhususkan waktu mundur dari kehidupan rutin. Retret terbukti sangat unggul dalam praktek Ilmu Askesis dan kesucian hidup. Adapun tujuan Retret menurut Loyola (yang juga disetujui oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik ``Mens Nostra``) adalah menolong umat beriman berjuang meninggalkan dosa dan hidup menurut kehendak Kristus. Jadi secara khusus dapat dikatakan retret adalah suatu tindakan orang/umat untuk berhenti sejenak dalam hidupnya dan mencoba mundur sejenak melakukan penelitian, membongkar, disusun dengan format yang lebih baik , memberi isian dengan kekuatan baru dan kemudian maju lagi dalam kehidupannya.

Retret berbeda dengan Rekoleksi!

Kesalahkaprahan yang terjadi di GKJ adalah menyamakan keduanya. Padahal berbeda, Romo Sugihartanto mengatakan bahwa Retret ibarat Mobil yang turun mesin sedangkan Rekoleksi adalah Mobil yang ``Tune up``. Retret lebih pada rehab/rekontruksi iman yang kelelahan/rusak, tetapi rekoleksi adalah kegiatan mengumpulkan kembali potensi-potensi iman yang agak pudar. Kalau dalam bahasa diakonia kita bisa menyebut retret adalah tindakan kuratif sedangkan rekoleksi lebih bersifat preventif. Kalau dalam ilmu askesis; Rekoleksi dapat dilakukan antara 2-3 hari intensif, sedangkan Retret mustahil dapat dilakukan dalam waktu kurang tiga hari. Secara tehnis menurut Romo Suyadi; Retret lebih banyak dipakai untuk membangun hubungan manusia secara pribadi-pribadi/kelompok untuk percaya kepada Tuhan. Tetapi rekoleksi lebih bersifat memotivir pribadi/kelompok dalam komitmen pelayanan dalam gereja (komisi-komisi atau panitia gerejawi yang ``mlempem`` melakukan tugasnya).

Retret berbeda dengan ceramah atau seminar!!

Inipun kesalahkaprahan yang sering terjadi dalam retret ala GKJ selama ini. Orang diajak retret tetapi disana malah diberi materi-materi yang semakin memusingkan kepala. Akhirnya banyak yang terjatuh memaknai retret dengan ``kesempatan picnik``, jadi yang penting refreshing kalau terpaksa ada ceramah ya ikut, kalau ngantuk ya tidur, pokoknya tanpa beban. Romo Biakto berpendapat demikian tentang hal ini: ``Saya tidak habis mengerti terhadap retret gereja anda (GKJ maksudnya), pernah saya diminta untuk memfasilitasi retret ibu-ibu di Kaliurang tetapi yang terjadi saya jadi bingung sendiri ini retret atau katekisasi? Retret atau refreshing? Kalau katekisasi mengapa harus ke kaliurang? Kalau refreshing mengapa harus membebani pikiran dengan ceramah-ceramah? Kenapa nggak cetho?``

Lain lagi dengan Pinandhite Samosir, beliau dahulu sekali pernah menjadi sintua (penatua) di HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) mengatakan; ``kula saged mastani bilih retret ing greja panjenengan punika sami kaliyan tapa ing padatan Hindu, dados kedah migunani ing kasunyataning gesang mboten dhateng pangertosaning pikir `` Apabila hal ini direfleksikan dengan pemahaman Hindu yang membedakan agama Sastra dan agama kasunyatan, dimana agama sastra menekankan belajarnya pikir tentang Tuhan berdasar sastra yang ada dan agama kasunyatan menekankan belajarnya hati untuk dekat kepada pencipta ``Hyang Widhi``: Maka penulis mencoba memahami kritik beliau yang mengingatkan kita untuk tidak mencapuradukkan pembangunan pikir (ceramah/melalui sastra) dengan pembangunan hati (panggilan keselamatan). Terlepas apakah kita gusar terhadap kritik dua beliau diatas, sebenarnya GKJ (paling tidak Klasis Kartasura) harus mengaku bahwa lucu juga apa yang kita lakukan selama ini dalam retret. Kalau dalam ilmu pembangunan sering ditekankan RTL (Rencana Tindak Lanjut) atas suatu kegiatan. Maka dipastikan bahwa berdasar pengalaman selama ini kurang terjadi RTL yang baik. Jangan-jangan penyebabnya adalah penempatan acara yang salah pada kegiatan yang baik.

Berdasarkan pemahaman tersebut diatas, maka retret sebaiknya memandu orang/umat untuk dapat mengadakan perubahan drastis atas hidupnya; adanya kesadaran tentang diri-mampu mengakui kesalahan/dosa-merancang hidup baru bersama Tuhan-direfleksikan dalam hubungannya dengan sesama.

B. Jenis-jenis Retret

Dalam tradisi gereja Katholik ada banyak aliran yang mengajarkan retret, akan tetapi yang paling sering digunakan adalah retret ala Fransiskan dan retret ala Ignasiana.

1. Retret Fransiskan

Retret Fransiskan sangat simple digunakan, merupakan paket retret sepekan tetapi sekaligus dapat digunakan sepanjang tahun. Artinya sangat fleksibel para pelaku, dapat dilakukan dalam waktu sepekan, dalam waktu retret Agung atau justru retret sepanjang tahun. Secara ringkas model Fransiskan mengajak pelaku retret melakukan tahapan tehnis: Persiapan – Membaca/berdoa/menjelaskan sendiri – masa Pergumulan melalui permenungan/saat teduh – pengolahan. Ciri utama dari Aliran ini adalah mengadakan hari-hari hening: Bukan hanya sekedar merenungkan tentang hidup ``dari mana hidup dan kemana hidupku``, bukan sekedar mengadakan hiburan rohani atau sekedar mengisi accu rohani, tetapi lebih pada ingin bertemu dengan diri sendiri sebagai makluk ciptaan Allah, dalam pertemuan tersebut akan diantar pada suasana illahi, rahasia Allah (band. Dr. Nico Sukur Dister, OFM, Rehab Rumah Tuhan, p. 23, penerbit Kanisius, cet-1, 2000). Prinsip dasar dari model ini adalah adanya pengakuan akan karya Roh kudus sebagai Tangan Allah yang menjadi pembimbing langsung dalam retret, ada tuntutan untuk melepaskan kendali diri kecuali kerelaan yang penuh bagi Allah (oleh karena itu keheningan akan sangat membantu proses retret). Fransiskus asisi mengibaratkan manusia adalah rumah Tuhan, dia memberikan langkah-langkah:

- Menerima tugas memperbaiki rumah Tuhan à Panggilan
- Meninjau rumah yang perlu diperbaiki à Kebersamaan
- Memandang denahnya à Kondisi manusia
- Memulai proses pemugaran à Pertobatan
- Mengamati maket rumah Tuhan à Kasih
- Menghubungi Sang Arsitek sendiri à Allah Bapa
- Memandang Lingkungan rumah à Alam raya
- Mempersiapkan rumah Tuhan à Doa hening
- Dari tukang menjadi penghuni à Bersatu dengan Kristus
- Menikmati hidup bersama Tuhan à Panggilan pembawa syaloom

Dalam retret ala Fransiskan ini para pelaku ditempatkan sebagai rumah, tukang dan akhirnya penghuni rumah.

2. Retret Ignasiana

Retret Ignasiana sering digunakan dalam kondisi retret Tridium, Medium dan Retret Agung. Retret Tridium memerlukan waktu minimal 3 hari, retret Medium memerlukan waktu minimal 10 hari, sedangkan retret Agung memerlukan waktu minimal 1 bulan. Retret Ignasiana menempatkan orang meneliti hidupnya, mencermati perbedaan roh-roh dirinya pada waktu mengalami perjalanan hidup. Retret ini mengajak umat untuk kembali termenung dan mengingat seluruh pengalaman; dari pengalaman paling pahit, pahit, sedang/biasa, suka, kaget, bingung. Menganalisa rohani yang terjadi pada waktu pengalaman terjadi; menghubungkan dengan pemeliharaan Kristus. Hal yang menjadi ciri khas dari model ignasiana adalah kontemplasi pelaku terhadap misteri-misteri Kristus dalam hidup.

Azas dan dasar:

Manusia diciptakan untuk memuji dan menyembah Allah, ciptaan lain diciptakan untuk menolong manusia memenuhi panggilan ciptaan. Oleh karena itu dalam retret, manusia diajak untuk menggunakan ciptaan/benda lain sejauh menolong untuk mencapai tujuan ciptaan, dan membuang jauh-jauh ketika merintangi mencapai tujuan. Artinya diajak untuk bersikap bebas merdeka terhadap segala fasilitas hidup, tidak boleh merasa tergantung.
Pemeriksaan Hati Khusus harian:
Dilakukan sehari tiga kali pagi siang dan malam, untuk meneliti suasana dosa, melatih diri segera bertobat segera setelah sadar. Pada tahap tertentu dilakukan secara tehnis dengan meletakkan tangan di dada sebagai tanda dosa, dilakukan meskipun orang lain memandangnya (kesadaran untuk siap dihukum)

C. Petunjuk Praktis ketika Retret

Tips untuk retret kepada kita sebagai berikut:
1. Sifat utama retret adalah hari yang hening, artinya harus ada kesediaan untuk menciptakan suasana keheningan. Apabila retret dilakukan secara kelompok, sedapat mungkin mengindari pembicaraan yang tidak perlu. Alangkah baiknya apabila pembicaraan dibatasi sebatas diskusi tentang tema retret.
2. Meninggalkan segala bentuk kekuatiran. Hal tersebut harus difasilitasi dengan terjaminnya sarana dan prasarana retret.
3. Menghilangkan rasa ingin tahu, oleh karena itu selama retret perlu menjauhkan diri dari koran, radio televisi dll. Informasi dari luar dipegang oleh pembina retret, dia yang menentukan apakah suatu informasi perlu disampaikan atau tidak.
4. Tidur yang cukup, dengan mengurangi kebiasaan ngobrol sebelum tidur, juga untuk mendukung konsentrasi doa/meditasi dini hari. Dari pengalaman yang ada meditasi/doa dalam hening yang paling efektif adalah pada pagi hari.
5. Makan yang cukup, jangan sampai terlalu kenyang
6. Jalan-jalan dianjurkan tidak pada tempat wisata karena akan membuyarkan keheningan yang tercipta.
7. Pembacaan Kitab Suci dilakukan setiap kegiatan, dengan menghilangkan kesan kebiasaan. Oleh karena itu perlu sejenak berdiam dan membicarakan pesan yang disampaikan.

D. Catatan bagi GKJ

Dari paparan diatas kita perlu mengaku bahwa yang selama ini kita lakukan dan kita sebut sebagai retret; ternyata sangat berbeda dengan arti, metode, praktek bahkan tujuan dari retret yang sesungguhnya. GKJ sering tidak dapat membedakan antara retret dengan rekoleksi, antara retret dengan pelatihan, antara retret dengan Katekisasi, antara retret dengan reorganisasi komisi. Kita mencampuradukkan semua kegiatan dalam ``Retret ala GKJ``.

Pertanyaannya yang muncul adalah: masih sahkah retret yang kita lakukan selama ini disebut sebagai retret? Sebenarnya kalau mengingat bahwa pada komunitas pengembang retret (komunitas Katholik) terdapat banyak pendapat dan aliran ``retret`` maka jawabannya ``yach bisa saja tetap sah, ini retret ala GKJ``. Akan tetapi sebenarnya bukan sekedar ``pokoknya menurut kami ini retret``, sebab jawaban tersebut hanya mau menangnya sendiri. Jadi kalau memang masih ingin retret, perlu menghargai makna dasar umum dari retret: ``retret adalah suatu tindakan orang/umat untuk berhenti sejenak dalam hidupnya dan mencoba mundur untuk melakukan penelitian, membongkar, disusun dengan format yang lebih baik , memberi isian dengan kekuatan baru dan kemudian maju lagi dalam kehidupannya``

Artinya apa? Sebaiknya kita jangan dengan gampang mengatasnamakan ``retret`` untuk suatu kegiatan yang bermakna umum lain. Kalau pelatihan sebut saja pelatihan atau pengaderan. Kalau reorganisasi sebut saja reorganisasi. Kalau ceramah sebut saja ceramah. Kalau memang benar retret sebut saja retret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar