Rabu, 09 Desember 2009

PESAN NATAL PGI & KWI 2009

PESAN NATAL PGI & KWI 2009

"Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ..."
(bdk. Mzm. 145:9a)


Saudara-saudari yang terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada,
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Dalam suasana kebahagiaan Natal sekarang ini, kembali Tuhan menyapa dan mengingatkan kita umat-Nya untuk merayakan Natal ini dalam semangat kedamaian, kebersamaan dan kesahajaan. Dengan mengucap syukur sambil melantunkan kidung Natal dan doa, kita merenungkan, betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita! Ia yang telah lahir bagi kita manusia, adalah juga Dia yang telah menebus dosa kita dan mendamaikan kita dengan Allah, Bapa kita. Dengan demikian, Ia menyanggupkan kita untuk hidup bersama, satu sama lain dalam damai Natal itu. "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya"[1]. Kabar Gembira Natal itulah yang harus kita hayati dan wujud-nyatakan di dalam kehidupan kita bersama.

Tema Natal kita tahun ini adalah: "Tuhan itu baik kepada semua orang." Tema ini hendak mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya[2]. Allah adalah Allah bangsa-bangsa[3]. Ia tidak hanya mengasihi Israel saja, tetapi juga Edom, Mesir, bahkansemua bangsa-bangsa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia".[4] Allah mengasihi dunia dan manusia yang hidup di sana dan manusia diperintahkan-Nya untuk mengolah dan menaklukkannya.[5]

Sebagaimana kelahiran Yesus Kristus adalah bagi semua orang, maka umat Kristiani pun hidup bersama dan bagi semua orang. "Semua orang" adalah siapa saja yang hidup dan bertetangga dengan kita, tanpa membeda-bedakan, sebagaimana Allah, Bapa di surga, juga menyinarkan matahari-Nya dan menurunkan hujan-Nya kepada semua orang tanpa membeda-bedakan.[6] Di dalam interaksi kita dengan sesama, pemahaman ini meliputi semua bidang kehidupan. Yesus Kristus memerintahkan, agar kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.[7] Itulah hakikat inkarnasi Ilahi di dalam diri Yesus Kristus yang adalah Manusia bagi orang lain. Kelahiran Yesus Kristus mendasari relasi kita dengan orang lain. Maka kita menjalin relasi dengan sesama, tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan.

2. Dalam semangat inilah kita merayakan Natal sambil merefleksikan segala peristiwa yang telah kita lalui di tahun 2009 seperti misalnya Krisis Ekonomi Global, Pemilihan Umum, Aksi Terorisme sampai dengan Bencana Alam yang melanda beberapa wilayah Tanahair kita. Segala peristiwa tersebut mengingatkan kita untuk senantiasa menyadari kebesaran Tuhan dan membuat kita rendah hati di hadapan-Nya. Tuhan itu baik, karena Ia memampukan kita melewati semua peristiwa tersebut bersama sesama kita manusia. Maka Natal ini juga hendaknya memberikan kita hikmah dalam merencanakan hari esok yang lebih baik, bagi manusia dan bagi bumi tempat tinggalnya. Manusia yang diciptakan sebagai puncak dan mahkota karya penciptaan Allah, tidak bisa dilepaskan dari dunianya. Sungguh, "Tuhan itu baik bagi semua orang dan penuh rakhmat terhadap segala yang dijadikan-Nya".[8]

Oleh karena itu, kala merayakan peringatan kelahiran Yesus Kristus, Tuhan kita, kami mengajak seluruh umat Kristiani setanah-air untuk bersama-sama umat beragama lain menyatakan kebaikan Tuhan itu dalam semangat kebersamaan yang tulus-ikhlas untuk membangun negeri tercinta kita. Sebagai bagian integral bangsa, umat Kristiani di Indonesia adalah warganegara yang secara aktif turut mengambil bagian dalam upaya-upaya menyejahterakan bangsa, karena kesengsaraan bangsa adalah kesengsaraan kita dan kesejahteraan bangsa adalah kesejahteraan kita juga. Dengan pemahaman solidaritas seperti itu, umat Kristiani juga diharapkan turut melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang baru Negara ini, demi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata, termasuk juga demi terwujudnya upaya memulihkan keutuhan alam ciptaan yang menjadi lingkungan hidup kita. Merayakan Natal sebagai ungkapan penerimaan kedatangan Yesus Juruselamat, haruslah juga menjadi awal perubahan sikap dan tindakan untuk sesuatu yang lebih baik. Kedatangan Yesus bagi semua orang melalui karya-Nya, dahulu telah dipersiapkan oleh Yohanes Pembaptis dengan memaklumkan perubahan sikap dan tekad ini[9], baik melalui pewartaannya maupun melalui peri-hidupnya sendiri. Hal itu membuat mereka yang dijumpainya dan mendengar pewartaannya bertanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?"[10]

3. Karena itu, melalui pesan Natal ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani:
a.. untuk senantiasa menyadari kebaikan Tuhan, dan dengan demikian menyadari juga panggilan dan perutusannya untuk berbuat baik kepada sesamanya[11]. Kita dipanggil bukan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, sehingga kita dikalahkan oleh kejahatan, melainkan untuk mengalahkannya dengan kebaikan[12], supaya dengan melihat perbuatan baik kita di dunia ini, orang memuliakan Bapa yang di surga[13].
· untuk melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya, terutama yang direncanakan oleh Pemerintah dalam program-program pembangunan manusia seutuhnya. Kita juga dipanggil untuk terlibat aktif bersama dengan gerakan-gerakan atau apsirasi-aspirasi lain, yang mempunyai keprihatinan tulus, untuk mewujudkan masyarakat majemuk yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keikhlasan dan solidaritas memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.

a.. untuk ikut terlibat aktif dalam menyukseskan program-program bersama antara Pemerintah dan masyarakat demi keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya. Dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan, umat Kristiani hendaknya tidak hanya menjadi pelaku-serta saja, tetapi juga menjadi pemrakarsa.

Akhirnya, Saudara-saudari seiman yang terkasih, marilah kita berdoa juga bagi Pemerintah kita yang baru, yang dengan demokratis telah ikut kita tentukan para pengembannya, bersama dengan seluruh jajarannya dari pusat sampai ke daerah-daerah, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Itulah yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikianlah pesan kami. Selamat Natal 2009 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2010. Tuhan memberkati.
Jakarta, November 2009

Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
DI INDONESIA (PGI) (KWI)
Pdt. Dr. A.A. Yewangoe Mgr. M.D.Situmorang OFMCap.
Ketua Umum Ketua

Pdt. Dr. R. Daulay Mgr. A. Sutrisnaatmaka MSF.
Sekretaris Umum Sekretaris Jenderal

-------------------------------------------------------------------------------
[1] Luk. 2:14.
[2] Bdk. Kej.1:26.
[3] Bdk. Mzm. 47:9-10.
[4] Yoh 3:16-17.
[5] Bdk Kej. 1:38.
[6] Bdk. Mat 5:45.
[7] Bdk. Mat. 22:39.
[8] Mzm. 145:9.
[9] Bdk. Mrk. 1:4; Luk. 3:3.
[10] Bdk. Luk. 3:10.
[11] Luk. 6:33; Gal. 6:9.
[12] Bdk. Rom 12:21.
[13] Bdk Mat. 5:16; 1Ptr. 2:12.

Sabtu, 29 Agustus 2009

EKLESIOLOGI PEMBANGUNAN JEMAAT


EKLESIOLOGI PEMBANGUNAN JEMAAT
(Rangkuman tulisan Pdt. Darsono Eko Nugroho, MTh
tentang Pemrakarsa PJ di LPPS GKJ dan GKI Jateng)


SIAPA GEREJA/JEMAAT ITU ?
1. SUATU KEHIDUPAN BERSAMA KEAGAMAAN
Semua orang Kristen, mengenal kata gereja. Namun tidak semua orang Kristen memiliki pemahaman yang utuh mengenai pengertian Gereja. Pertanyaannya adalah “siapa gereja itu” dan bukan “apa gereja itu”, karena pertama-tama kata “gereja” bukan sekedar gedung atau suatu tempat ibadah, melainkan pertama-tama dan terutama menunjuk “sekelompok orang”. Sekelompok orang macam apakah “gereja” itu ?
Memperhatikan perwujudan konkritnya sehari-hari, kita dapat mencatat beberapa pokok pengertian, antara lain sebagai berikut :
a. Ada Pemrakarsanya
Sekelompok orang itu terbentuk karena adanya prakarsa dari sesuatu di luar diri orang-orang yang berkelompok itu. Sesuatu di luar diri orang-orang itu diyakini dan diakui sebagai Allah atau Kristus.
b. Ada Relasi Timbal-balik
Terwujudnya sekelompok orang ini juga dikarenakan ada “relasi” terus menerus antara orang-orang itu sendiri-sendiri dan bersama-sama dengan “sang pemrakarsa”. Relasi itu bersifat “timbal balik”, saling menanggapi.
c. Dibangun oleh Kesepakatan Bersama
Kecuali sekelompok orang itu terbentuk karena prakarsa “sesuatu di luar dirinya”, namun terwujudnya sekelompok orang itu juga didasarkan pada kesepakatan orang-orang itu sendiri. Maksudnya ialah kesepakatan orang-orang itu terhadap “sesuatu di luar dirinya” dan kesepakatan dengan orang-orang lain dalam kelompok itu. Kebersamaan orang dalam kelompok itu terbentuk berdasarkan kesepakatan mereka, pilihan mereka, dan kesediaan mereka menjalani kebersamaan.
d. Ada Kesediaan untuk Terbuka dan Saling Menerima
Sekelompok orang-orang itu terdiri atas orang-orang yang berbeda usia, bermacam-macam orang, bermacam-macam keinginan, bermacam-macam harapan. Meskipun demikian, perbedaan-perbedaan itu bisa diatasi, karena masing-masing orang bersedia terbuka terhadap orang lain dan bersedia untuk saling menerima yang satu terhadap yang lain.
e. Ada Solidaritas dengan Penderitaan Orang Lain dan Terbuka terhadap Orang Lain
Sekelompok orang-orang itu juga menghadapi orang-orang lain yang ada di luar kelompok. Orang-orang yang ada di luar kelompok itu adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan, membutuhkan tempat berlindung, membutuhkan tempat untuk menjalani kehidupan sebagai manusia seutuhnya. Kepada orang-orang di luar kelompok itu, sekelompok orang yang telah terbentuk menjadi suatu kehidupan bersama itu mau terbuka, mau mengundang dan memberi tempat.
Usaha untuk memahami secara utuh tentang arti gereja, mutlak diperlukan. Apalagi di tengah-tengah zaman yang tengah berubah seperti sekarang ini. Sebab justru karena gereja hidup dan berkarya dalam suatu masyarakat tertentu yang tengah berubah ini, gereja memiliki keharusan untuk menampakkan diri dalam bentuk konkrit kehidupan gerejawi, agar tidak terasing dari masyarakatnya dan sekaligus tanpa harus kehilangan jati dirinya.

2. INTI ATAU HAL HAKIKI TENTANG GEREJA
Gereja sebagai suatu kehidupan bersama keagamaan, memiliki unsur-unsur hakiki yang membedakan dirinya dengan kehidupan bersama keagamaan lainnya. Unsur hakiki itu dapat dilihat dari cara berada atau bentuk penampakannya. Bentuk penampakan Gereja ini dapat kita lihat dari kesaksian Markus 3:13-15 dan 1 Pet. 2:9-10.
Berdasarkan kesaksian Markus 3:13-15 dan 1 Pet. 2:9-10 ini, dapat dikemukakan adanya tiga hal penting, yaitu :
 pertama, dikemukakan adanya prakarsa Allah atau Yesus memanggil orang-orang yang dikehendaki, dan orang-orang yang dipanggil itu menjadi pengikut-Nya.
 kedua, di sekitar Dia yang memanggil, berhimpunlah suatu persekutuan baru, yaitu persekutuan keduabelas murid atau imamat yang rajani.
 ketiga, persekutuan baru itu tertuju kepada dunia, yaitu memberitakan Injil atau memberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah dan mengusir roh-roh Jahat.

Kalau ketiga hal itu diterjemahkan ke dalam gagasan yang dapat memberi arah bagi berfungsinya Gereja, ketiga hal itu merupakan ciri-ciri Gereja yang fungsional, yaitu :

4.1. Persekutuan yang hidup dalam pergaulan tersembunyi dengan Allah dalam Yesus Kristus
Prakarsa Allah atau Yesus menimbulkan adanya pergaulan antara orang-orang yang dipanggil dengan Sang Pemanggil. Dengan demikian pergaulan dengan Allah menjadi ciri khas pertama Gereja yang Fungsional. Pergaulan ini bersifat tersembunyi, baik pergaulan sebagai pribadi maupun sebagai persekutuan. Pergaulan dengan Allah ini antara lain mewujud dalam doa, ibadah, dan pengakuan iman.

4.2. Persekutuan yang hidup dalam semangat saling peduli dan saling berbagi kehidupan
Persekutuan baru orang-orang yang dipanggil, mencerminkan persekutuan satu sama lain yang saling mempedulikan dan melayani. Dengan demikian persekutuan yang saling mempedulikan dan saling melayani ini menjadi ciri khas kedua Gereja yang Fungsional. Persekutuan yang saling mempedulikan itu mewujud antara lain dalam persekutuan-persekutuan yang saling mendoakan dan saling mempedulikan, perkunjungan, persekutuan peribadahan, kebersamaan dengan sesama gereja (persekutuan yang lain) dsb.

4.3. Persekutuan yang hidup dalam semangat keterbukaan dan solider terhadap penderitaan sesama
Persekutuan yang terarah kepada dunia, menyatakan kesaksian dan pelayanan kepada dunia. Dengan demikian persekutuan yang bersaksi dan melayani dunia, menjadi ciri khas ketiga Gereja yang Fungsional. Persekutuan yang bersaksi ini mewujud antara lain dalam pewartaan Injil, pelayanan kepada orang-orang yang menderita, perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, ikut ambil bagian dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dll.

Secara ringkas dapat dikatakan, ciri khas atau intisari Gereja yang fungsional ialah pergaulan tersembunyi dengan Allah, persekutuan yang saling mempedulikan dan saling melayani, serta persekutuan yang bersaksi dan melayani dunia. Ketiga ciri khas ini tidak dapat dihilangkan salah satu, atau ditekankan satu ciri khas dan kurang ditekankan ciri khas yang lain. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang harus mendapatkan perhatian yang sama, seperti yang dapat kita amati dalam Sakramen Perjamuan Kudus.
Intisari yang dikemukakan di atas, cukup memadai untuk memberi arah kehidupan Gereja dalam masyarakat yang sedang berubah. Pergaulan tersembunyi dengan Allah, menolong manusia sekuler untuk menghayati hubungan dengan Allah, persekutuan yang saling mempedulikan dan saling melayani menolong manusia yang sangat individual agar saling menyadari dirinya sebagai makhluk relasional, serta persekutuan yang bersaksi dan melayani menolong manusia yang sedang berjalan menuju proses berhenti menjadi manusia.

MENGAPA PEMBANGUNAN JEMAAT ?
1. ASAL USUL KEBERADAAN GEREJA
Ketika Tuhan Yesus hidup dan berkarya di dunia ini, orang-orang yang mengamini ajaran dan karya Tuhan Yesus belum disebut dengan istilah gereja seperti yang kita mengerti sekarang ini. Sampai dengan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga, setelah Ia menyelesaikan karya penyelematan-Nya atas orang-orang berdoa, orang-orang itu disebut sebagai para pengikut Kristus. Dalam perkembangan selanjutnya, sepeninggal Tuhan Yesus orang-orang itu disebut Kristen (Kis. 11:26). Mereka mengadakan pertemuan-pertemuan bersama, untuk mengenang kembali dan memelihara nilai-nilai cinta kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, serta mewartakan kekayaan pengalaman mereka hidup dalam cinta kasih Yesus itu kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Pertemuan-pertemuan itu menjadi suatu kelompok pertemuan ibadah (1 Kor. 11:8, Kis. 15:22), persekutuan rumah (Roma 16:5, 1 Kor. 16:19, Kol. 4:15 dsb.), kehidupan bersama orang beriman di suatu tempat tertentu (Kis. 11:22, Roma 16:1 dsb.).
Sebagai orang-orang yang disebut Kristen, mereka belum memikirkan perlunya nama yang tepat untuk mengungkapkan keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakatnya. Hal ini disebabkan adanya keyakinan bahwa tidak akan lama lagi Tuhan Yesus yang telah bangkit dari kematian-Nya dan telah naik ke Sorga akan segera datang lagi ke tengah-tengah mereka. Namun ketika kedatangan Tuhan Yesus mereka perkirakan tidak akan lama lagi itu ternyata tidak kunjung terwujud, dalam perjumpaannya dengan kelompok-kelompok keagamaan yang ada di masyarakat, mereka mulai bergumul tentang perlunya mereka memiliki identitas keberadaannya. Mereka mulai menyebut kelompok mereka sebagai suatu jemaat Allah (1 Kor. 1:2, 2 Kor. 1:1 dsb.), rumah tangga/keluarga Allah (1 Tim. 3:15 bdk. Kis. 10:7, Roma 8:15, Gal. 4:9), umat Allah yang baru (1 Pet. 2:9-10), tubuh Kristus (1 Kor. 10:16-17, 1 Kor. 12:12-27, Roma 12:4-5, Kol. 1:24, Kol. 3:15, Ef. 4:16). Dengan sebutan-sebutan itulah mereka menyatakan dirinya sebagai suatu kelompok keagamaan, atau suatu kehidupan bersama keagamaan yang berpusat pada karya penyelamatan Allah di dalam Kristus.

2. HAKIKAT GEREJA
Seperti telah dikemukakan di atas, sebutan-sebutan tentang gereja itu dapat mengungkapkan gambaran tertentu tentang hakikat Gereja. Namun demikian, gambaran tentang hakikat Gereja itu tidak lengkap dan utuh, mengingat bahwa sebutan-sebutan tentang gereja itu ingin mengungkapkan segi-segi tertentu dari gereja sesuai dengan tuntutan situasi di mana gereja hidup dan berkarya.
Kata gereja, berasal dari kata igreja (Portugis), untuk menterjemahkan kata ekklesia (Yunani) yang ada dalam Alkitab. Kata ekklesia yang dipakai sebanyak 112 kali dalam PB, kebanyakan dipakai dalam surat-surat Paulus, kitab Kisah Para Rasul, dan kitab Wahyu dipakai untuk menunjuk suatu perkumpulan orang-orang beriman, seperti perkumpulan manusia pada umumnya. Dalam Alkitab terjemahan Yunani (Septuaginta), kata ekklesia dipakai untuk menterjemahkan kata kahal (Ibrani) yang menunjuk persekutuan umat Israel di hadapan Allah (Ul. 4:10, 9:10, 10:4). Justru pemakaiannya di dalam Septuaginta inilah yang kemudian melatarbelakangi kata ekklesia untuk menyebut gereja dalam PB.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan ekklesia adalah kehidupan bersama keagamaan dari orang-orang yang menanggapi karya penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Maksudnya ialah bahwa kehidupan bersama keagamaan itu anggota-anggotanya adalah orang-orang yang telah secara konkrit mengalami karya penyelamatan Allah dalam Kristus Yesus, atau orang-orang yang telah diselamatkan Allah dalam Kristus Yesus. Tindakan orang-orang yang mengamini dan menerima keselamatan Allah itu dinyatakan dalam pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan mereka yang sama-sama mengakui pengakuan itu, terikat satu sama lain sebagai suatu kehidupan bersama.
Perlu kita ketahui bahwa karya penyelamatan Allah itu merupakan tindakan Allah dan atas prakarsa Allah sendiri. Tindakan dan prakarsa Allah itu diungkapkan dengan kata-kata Allah memanggil, Allah menyelamatkan, Allah membawa keluar dari kegelapan (bdk. 1 Pet. 2:9-10). Oleh adanya panggilan Allah inilah maka kehidupan bersama keagamaan yang disebut gereja itu memiliki watak illahi. Artinya, keberadaan mereka merupakan akibat dari adanya karya Allah, atau kehendak Allah.
Di samping watak illahi, gereja juga berwatak manusiawi. Watak manusiawi gereja nampak dalam tanggapan atau jawaban manusia terhadap panggilan atau penyelamatan Allah. Orang-orang yang menanggapi karya Allah itu kemudian bersekutu, membentuk kehidupan bersama sebagai orang-orang yang sama-sama mengalami karya penyelamatan Allah. Oleh karena watak manusiawinya itulah, maka gereja memiliki keterbatasan-keterbatasan dan kelemahan-kelemahan.
Berdasarkan hakikatnya sebagai kehidupan bersama keagamaan yang berpusat pada karya penyelamatan Allah, maka gereja menjadi tempat di mana setiap orang beriman menikmati karya penyelamatan Allah itu, serta tempat di mana setiap orang beriman diperlengkapi untuk ambil bagian dalam karya Allah di dunia ini (Ef. 4:11-16).

3. GEREJA/JEMAAT MEMBANGUN DIRI
Seperti Gereja-gereja lainnya di sekitarnya, gereja di mana kita menjadi anggotanya adalah Gereja Tuhan di dunia ini. Sebagai Gereja Tuhan di dunia ini, dalam menjalani hidup dan karyanya di dunia ini tidak secara otomatis sudah menjadi Gereja yang benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan.
Seperti telah kita bicarakan sebelumnya, Gereja sebagai kehidupan bersama keagamaan, memiliki dua watak sekaligus, yaitu berwatak illahi sekaligus manusiawi. Sebagai suatu kehidupan bersama (persekutuan) orang-orang beriman selaku manusia, Gereja tidak dapat melepaskan dirinya dari cacat menusiawi yang dimilikinya itu. Hal ini terjadi bukan hanya karena adanya tantangan dan pengaruh dunia di mana gereja hidup dan berkarya, tetapi juga karena secara internal masih memiliki cacat manusiawi sebagai suatu persekutuan manusiawi. Cacat manusiawi Gereja itu dapat kita temukan dalam berbagai kekurangan dan keterbatasan Gereja. Pada pihak lain, sebagai suatu persekutuan orang beriman yang hidup di dunia ini, dalam menjalani kehidupannya di dunia ini Gereja tidak hanya berusaha untuk “menggarami dan menerangi dunia”, tetapi sebaliknya juga sering dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi dalam dunia, yang mana pengaruh dunia itu tidak seluruhnya positip bagi kehidupan orang beriman.
Menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan Gereja itu, Paulus sejak ia menggembalakan Gereja Perdana, mengajak agar Jemaat menyadari itu. Kekurangan dan keterbatasan Gereja serta adanya pengaruh buruk dunia itu, tersirat dalam teguran Paulus kepada anggota Gereja di Efesus (Efesus 5:15-21). Itulah sebabnya Paulus mendorong Gereja sejak Gereja itu ada untuk terus menerus memperbarui dirinya, agar dalam situasi apapun Gereja berupaya menjadi Gereja yang dikehendaki Allah (Efesus 4:1-16). Dengan demikian keinginan untuk membangun Gereja ini sama tuanya dengan Gereja itu sendiri.
Menyadari perlunya Gereja terus menerus membangun diri, mendorong Gereja dengan berbagai upaya yang ada padanya untuk terus menerus melakukan perbaikan-perbaikan. Perbaikan itu menyangkut kehidupan Warga Gereja, seperti misalnya meningkatkan Penggembalaan, Pembinaan Warga Gereja, dan Pengaderan-pengaderan. Melalui kegiatan ini diharapkan agar segenap warga Gereja diperlengkapi dan dipersiapkan menjalani hidup kesehariannya sebagai orang beriman yang setia. Dengan usaha ini pada saatnya dapat mempengaruhi kehidupan Gereja dalam menjalankan fungsinya di dunia ini.
Kecuali itu, perbaikan-perbaikan juga dilakukan dengan merumuskan ulang identitas Gereja dalam hubungannya dengan masyarakat di sekitarnya dan penataan organisasi Gereja, dengan harapan agar menjadi Gereja yang kehadirannya memberi pengaruh positif bagi dunia di mana Gereja ditempatkan oleh Allah. Usaha terakhir ini pernah diperjuangkan oleh Gereja-gereja Protestan di negeri Belanda mulai tahun 1930-an.
Seiring dengan usaha yang sudah dan tengah dilakukan seperti dikemukakan di atas, di tengah-tengah situasi zaman yang berubah dan berkembang dewasa ini, perubahan dan perkembangan zaman yang dimulai di Eropa yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, suatu perubahan dan perkembangan situasi yang dipicu oleh perkembangan teknologi itu, menuntut adanya upaya pembaruan hidup bergereja secara terpadu, terarah, dan terus menerus berkesinambungan. Upaya terpadu maksudnya ialah keseluruhan upaya pembaruan yang dilakukan oleh Gereja itu perlu disamakan geraknya, tidak sendiri-sendiri dan terpisah-pisah, melainkan menjadi satu gerakan bersama. Upaya itu juga perlu dilakukan secara terarah, maksudnya ialah agar gerakan pembaruan yang dilakukan itu menuju arah yang jelas demi perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Allah dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja menjalani kehidupan dan karyanya. Selanjutnya upaya itu juga perlu dilakukan terus menerus berkesinambungan, maksudnya ialah dilakukan secara bertahap dan terus menerus sebagai gerakan maju, berangkat dari keadaan Gereja apa adanya dewasa ini, menuju masa depan Gereja yang diharapkan. Tuntutan pembaruan Gereja seperti itulah yang kemudian melahirkan apa yang disebut Pembangunan Jemaat.

4. TUJUAN PEMBANGUNAN JEMAAT
Dalam Gereja, usaha perbaikan hidup dan karya Gereja itu secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua tujuan pokok, yaitu : pertumbuhan ekstensif (pertumbuhan ke luar) dan pertumbuhan intensif (pertumbuhan ke dalam). Pertumbuhan Ekstensif mengandaikan adanya perluasan gereja karena adanya pertambahan warga gereja baru. Pengandaian ini diinspirasi oleh pengalaman gereja pada zaman Para Rasul, dalam memberitakan injil kepada bangsanya dan bangsa-bangsa lain. Usaha itu mengakibatkan munculnya gereja-gereja baru yang menggembirakan, karena ada banyak orang-orang baru dibaptiskan (Kisah 2:41). Namun kegembiraan karena munculnya gereja-gereja baru itu segera disusul oleh adanya keprihatinan baru, yaitu keprihatinan akan kelangsungan, kesinambungan, dan pendangkalan penghayatan iman akan Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya pertumbuhan ekstensif itu segera ditindaklanjuti dengan pertumbuhan intensif. Pertumbuhan Intensif mengandaikan perlunya warga gereja baru itu semakin mendalami penghayatan imannya akan Yesus Kristus (Kisah 2:42).
Dalam suratnya kepada Jemaat Korintus, Paulus mengatakan bahwa dalam rangka pertumbuhan ke dalam, orang luar sejak semula harus sudah diperhatikan (I Kor. 14:23-25). Hubungan pertumbuhan ke dalam dan ke luar juga ditegaskan oleh kenyataan bahwa jemaat yang berkembang dengan baik, selalu menimbulkan daya tarik untuk orang luar (bdk. Kisah 2:41-47). Dari sudut pandang yang lain, perhatian ke luar juga penting bagi pembangunan ke dalam. Gereja yang hanya sibuk dengan kelangsungan dan keselamatan dirinya sendiri, niscaya kehilangan daya tariknya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam rangka memperbaiki kehidupan gereja itu merupakan usaha serempak membenahi pertumbuhan ke dalam demi pertumbuhan ke luar, sekaligus membenahi pertumbuhan ke luar sebagai pra syarat bagi pertumbuhan ke dalam.
Lebih lanjut sebenarnya tujuan Pembangunan Jemaat itu pertama-tama dan terutama bukan demi pertumbuhan ke luar dan ke dalam. Tujuan Pembangunan Jemaat yang sesungguhnya adalah agar Gereja dalam hidup dan karyanya di dunia ini sungguh-sungguh menjadi Gereja Tuhan Yesus. Sebab, gereja adalah buah karya penyelamatan Allah, yang difungsikan oleh Allah untuk ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah atas selutuh umat manusia (Kisah 13:2, 17:18; Matius 4:18-22; 2 Timotius 1:7-9, 2:3). Oleh karena itu, tujuan Pembangunan Jemaat bukan semata-mata demi dan untuk gereja itu sendiri. Tujuan Pembangunan Jemaat lebih luas dari Gereja, yaitu mengusahakan agar tindakan yang dilakukan di dalam dan oleh Gereja, senantiasa mengacu pada tujuan karya Penyelamatan Allah dalam relasi dengan konteks kehidupannya, yaitu kedatangan Kerajaan-Nya di dunia ini.

PEMBANGUNAN JEMAAT
1. APA PEMBANGUNAN JEMAAT ITU ?
Seperti dikemukakan oleh Rob van Kessel, apapun yang dipikirkan oleh orang beriman mengenai nilai-nilai kekristenan seperti kasih, pengampunan, harapan yang sangat diperlukan oleh kehidupan masyarakat pada umumnya, akan lenyap dari sejarah kalau hal-hal itu tidak dihayati dalam rangka hidup ber-Gereja. Berdasarkan pemahaman ini, maka semua usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu tidak akan ada maknanya kalau dilepaskan dari hakikat keberadaan Gereja. Dengan demikian keseluruhan usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu seharusnya terarah pada dan demi perwujudan Gereja sesuai dengan hakikat keberadaannya. Dengan kata lain, segala usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu seharusnya demi dan untuk perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus.
Dalam upaya menangani perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus, Pembangunan Jemaat melihat Gereja baik dari perspektif orang-orang dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankannya, maupun dari perspektif sistem (unsur-unsur yang saling kait-mengait menyatu) yang ada dan berlaku dalam Gereja. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat tidak sama dengan tugas menggembalakan, membina dan mengader Warga Gereja, yang perhatian utamanya tertuju kepada anggota dan pemimpin Gereja dengan segala aktivitasnya. Pembangunan Jemaat juga bukan merupakan tambahan dari tugas-tugas yang sudah ada sebelumnya, karena Pembangunan Jemaat berupaya memadukan tugas-tugas yang telah ada itu agar menjadi satu kesatuan gerak. Pembangunan Jemaat lebih luas dari itu semua, juga lebih luas dari membangun organisasi dan struktur Gereja. Pembangunan Jemaat menyangkut keseluruhan Gereja, baik orang-orangnya dengan berbagai kemampuan yang ada di dalamnya, kegiatan-kegiatannya, serta unsur-unsur yang saling kait-mengkait atau sistem yang berlaku dan dijalani dalam kehidupannya.
Kecuali itu, dalam rangka menangani Gereja, Pembangunan Jemaat juga melihat Gereja dari dua sisi, sisi masa kini sebagai suatu kenyataan apa adanya, dan sisi masa depan yang dicita-citakan sebagai suatu harapan. Hal ini dilakukan agar Gereja semakin setia menjalani kehidupan dan karyanya sesuai dengan kehendak Kristus. Untuk itu, dalam rangka Pembangunan Jemaat diperlukan adanya upaya merumuskan visi dan misinya berdasarkan keyakinan imannya, serta dibutuhkan adanya pengenalan yang memadai terhadap situasi masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, sehingga visi dan misinya itu menjadi visi dan misi yang aktual. PJ mengintegrasikan kenyataan dengan cita-cita menjadi Gereja Yesus Kristus, berangkat dari Gereja secara konkret, apa adanya, menuju Gereja yang dicita-citakan sesuai kehendak Kristus dalam relasi timbal-balik dengan situasi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dalam rangka mengupayakan perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus itu, upaya ini merupakan upaya perubahan (transformasi). Pembangunan Jemaat mengolah sumber daya yang dimiliki oleh Gereja (orang-orangnya, pengetahuannya, kemampuan dananya, serta peluang-peluang yang dimilikinya) supaya menghasilkan sumber daya yang menjadi berkat bagi masyarakat di sekitarnya, seperti misalnya : cinta kasih, pertobatan, kerelaan saling berbagi, semangat persaudaraan dsb. Dalam melakukan perubahan itu kecuali didasari oleh penghayatan iman dan pengetahuan teologis yang mendalam, juga menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang tepat seperti dikembangkan dalam ilmu Manajemen Gereja. Perubahan itu juga tidak berlangsung sesaat, namun dilakukan secara bertahap secara sinambung dan terus menerus : tahap penyadaran terhadap perlunya perubahan, tahap penelitian terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemantapan. Lebih lanjut upaya perubahan itu tidak hanya dilakukan oleh para pemimpin Gereja atau orang-orang tertentu dalam Gereja, melainkan dilaksanakan oleh segenap warga Gereja. Pemimpin beserta segenap warga Gereja merupakan subyek sekaligus obyek Pembangunan Jemaat. Dengan demikian Pembangunan Jemaat merupakan keseluruhan usaha perubahan yang dilakukan oleh Gereja secara terencana, sinambung, dan terus menerus.
Mempertimbangkan apa yang telah dikemukakan ini, secara singkat dapat dirumuskan bahwa Pembangunan Jemaat adalah keseluruhan usaha yang dilakukan oleh Gereja untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses perubahan secara menyeluruh, terpadu, terarah dan sinambung dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, agar Gereja mampu mewujudkan hidup dan karyanya sebagai Gereja Yesus Kristus di dunia ini.

2. PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI SUATU PANGGILAN GEREJA
Pembangunan Jemaat sebagai suatu panggilan Gereja, dibangun berdasarkan penggunaan istilah oikodome (pembangunan) dan oikodomein (membangun, mendirikan, membuat) yang dipakai dalam alkitab. Dalam Perjanjian Lama, kata oikodomein itu dipakai untuk menunjuk pada pekerjaan atau perbuatan Allah yang membangun Bait-Nya (mis. Yes. 66:1 bdk. Kis. 7:48; Yer. 33:7). Kata “Bait” dalam PL ini dipahami sebagai “tempat Allah berdiam”, yaitu tempat dalam arti fisik (bangunan Bait Allah) maupun dalam arti sekelompok orang yang disebut dengan kata “umat Allah”. Dalam PB, pengertian “Bait” sebagai “umat” juga berlaku, dan bahkan oleh Tuhan Yesus maupun oleh Rasul-rasulNya secara tegas menunjuk kepada “Gereja” sebagai suatu persekutuan orang beriman (Yoh. 2:21; Kis. 9:31; Ef. 2:19-22). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Pembangunan Gereja itu sebenarnya adalah pekerjaan Allah sendiri.
Namun selanjutnya dalam rangka melaksanakan pekerjaan-Nya itu, Allah juga melibatkan orang-orang beriman dalam Gereja untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya. Kesediaan Allah melibatkan orang-orang beriman dalam pekerjaan-Nya itu, dapat kita jumpai dalam firman-Nya : “..... Dan biarlah dirimu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembengunan (oikodome) rumah rohani ....” (I Petrus 2:5). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun orang beriman sebagai manusia memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan, namun Allah sendiri-lah yang menghendaki. Allah menghendaki agar orang-orang beriman menggunakan seluruh kemampuannya untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya (Mat. 22:37-40). Oleh karena itu, Allah sendiri pula yang memperlengkapi orang-orang beriman untuk ikut ambil bagian dalam pekerjaan-Nya (I Kor. 12:4; I Kor. 14:12), dan yang pada akhirnya Allah jugalah yang menyempurnakan pekerjaan orang beriman dalam pembangunan Gereja-Nya (I Kor. 13:8-12). Apa yang dilakukan oleh Allah dan yang juga dipercayakan kepada orang-orang beriman, itu Allah lakukan dengan tujuan agar Kerajaan Allah semakin terwujud di dunia ini menuju kepada kesempurnaannya, yang berlangsung secara bertahap sebagai suatu pertumbuhan (I Kor. 3:6; Wahyu 21:2).
Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa sebagai suatu panggilan, Pembangunan Jemaat adalah upaya orang-orang beriman untuk melibatkan diri dalam pekerjaan Allah, dengan bimbingan Roh Kudus serta terbuka menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki secara bertanggung jawab, dan dilakukan tahap demi tahap, sehingga Gereja menjadi seperti yang dikehendaki oleh Kristus.

3. BERDASARKAN IMAN, TERARAH, PARTISIPATIF, DAN TERENCANA SERTA BERKESINAMBUNGAN
Untuk mewujudkan praktek Pembangunan Jemaat seperti yang dinyatakan di atas, ada kombinasi antara pekerjaan kuasa Allah dalam Roh Kudus dan keterlibatan manusia dengan segala kemampuan yang ada padanya. Itu berarti upaya Pembangunan Jemaat adalah perilaku manusia yang didasari oleh suatu keyakinan bahwa sampai kini Allah masih terus berkarya di dalam dan melalui Gereja-Nya seperti yang dinyatakan dalam Alkitab maupun dalam Tradisi Gereja (Ajaran Gereja, Tata Gereja, Keputusan-keputusan Persidangan Sinode / Klasis), serta dalam menjalankan karya-Nya itu Allah berkenan melibatkan manusia dengan segala kemampuan yang ada padanya sebagai kawan sekerja Allah. Dengan demikian Pembangunan Jemaat merupakan tindakan iman dan perilaku rasional.
Pembangunan Jemaat juga dilakukan atas dasar pemahaman bahwa Gereja perlu dibangun dalam proses waktu sehingga semakin hari menunjukkan Gereja yang keberadaannya tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga berfungsi dalam karya penyelamatan Allah, sehingga Gereja bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, bagi dunia yang dikasihi Allah. Pembangunan Jemaat dilakukan secara terarah, demi perwujudan Gereja yang berfungsi sebagai alat penyelamatan Allah, sehingga Gereja dalam menetapkan visi dan misinya terarah pada usaha mewujudkan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah, yaitu kasih, Kebenaran, dan Keadilan.
Sebagai suatu keterlibatan warga gereja terhadap karya Allah, Pembangunan Jemaat juga perlu dilakukan secara partisipatif. Artinya melibatkan sebanyak dan seluas mungkin warga gereja. Peningkatan peran-serta segenap earga gereja dalam sebuah proses perubahan itu tidak hanya berarti sebanyak-banyaknya mengajak orang untuk terlibat dalam suatu pekerjaan. Pada kenyataannya karisma-karisma yang ada pada anggota Gereja adalah berbeda-beda, dan oleh karenanya peningkatan partisipasi itu juga berarti upaya mengelompokkan orang pada keberadaannya masing-masing sesuai dengan kapasitas, minat, maupun pribadinya. Ada kelompok-kelompok yang terlibat selaku pemrakarsa, ada kelompok yang terlibat sebagai pelaksana, ada pula yang terlibat dalam memelihara hal-hal yang sudah seturut dengan kehendak Allah, dst. Kesemuanya itu dilibatkan sejak awal perencanaan, sehingga masing-masing kelompok memahami peran dan fungsi masing-masing.
Selanjutnya belajar dari ilmu pengetahuan sosial, suatu tindakan perubahan itu tak dapat berlangsung dengan sendirinya dan dalam waktu sekejap, melainkan perlu disengaja dan berjalan secara bertahap serta berkesinambungan. Pemahaman ini juga seturut dengan karya Allah dalam mewujudkan Kerajaan-Nya di dunia ini, yaitu bukan dengan “sekejap” tetapi melalui proses pertumbuhan (I Kor. 3:6). Oleh karena itu Pembangunan Jemaat perlu berlangsung secara terencana dan berlangsung secara berkesinambungan.
Dimulai dengan tahap penyadaran bahwa ada sesuatu yang tidak memuaskan, yang perlu diubah, selanjutnya ada tahap meneliti/menganalisa ketidakberesan yang ada, dilanjutkan tahap perencanaan yang merencanakan apa-apa yang akan dilakukan dan oleh siapa saja yang akan terlibat, kemudian tahap pelaksanaan yang menjalankan kegiatan sesuai rencana serta mengatur siapa melakukan kegiatan apa. Akhirnya sampai pada tahap menciptakan kondisi agar hasil yang telah dicapai dapat diteruskan atau dimantapkan. Tahap terakhir ini disebut tahap pemantapan atau tahap evaluasi. Proses tahapan ini tidak senantiasa merupakan garis linier, tetapi dapat terjadi bahwa setelah sampai pada proses tertentu perlu untuk balik kembali pada proses semula, sehingga dapat digambarkan bahwa proses tahap demi tahap ini dapat berupa proses spiral.


LIMA FAKTOR VITALISASI GEREJA
Pembangunan Jemaat, menolong Gereja agar menjalani hidupnya sebagai gereja yang vital, yaitu gereja yang memiliki daya hidup baik untuk anggota-anggotanya maupun untuk masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya. Jan Hendriks menjelaskan bahwa ada 5 (lima) faktor yang sangat mempengaruhi Vitalisasi Gereja. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut :
1. IKLIM BER-GEREJA YANG MENGGAIRAHKAN
Yang dimaksud dengan Iklim ialah pengakuan dan perlakuan terhadap setiap Warga Gereja sebagai subyek dalam hidup dan karya Gereja. Iklim yang baik akan mendorong Warga Gereja berpartisipasi lebih banyak dan tujuan yang ditetapkan oleh Gereja akan lebih banyak terpenuhi. Pengakuan dan perlakuan itu akan terwujud apabila :
• talenta, potensi, dan kemungkinan yang dikaruniakan Tuhan kepada setiap Warga Gereja diakui, dihargai, dan didayagunakan secara maksimal.
• informasi yang benar/jujur yang diperlukan bagi hidup berkeluarga, ber-Gereja, dan bermasyarakat disebarluaskan kepada setiap Warga Gereja.
• hal-hal yang berkenaan dengan hidup dan karya Gereja diputuskan oleh Pemimpin Gereja dengan melibatkan sebanyak mungkin Warga Gereja.
2. KEPEMIMPINAN GEREJA YANG MEMAMPUKAN
Yang dimaksud dengan Kepemimpinan adalah gaya dan sifat kepemimpinan yang dipraktikkan baik oleh Pejabat Gereja maupun para Aktivis Gereja dalam menjalankan tugas mereka. Kepemimpinan yang baik akan mendorong lebih banyak Warga Gereja untuk ikut ambil bagian dalam hidup dan karya Gereja. Gaya dan sifat kepemimpinan akan memampukan baik untuk para pemimpin maupun Warga Gereja yang dipimpinnya apabila :
• gaya kepemimpinan kolektif-kolegial, partisipatif, dan memampukan Warga Gereja dikembangkan.
• pengembangan diri para Pemimpin Gereja diperhatikan secara memadai.
• sifat kepemimpinan yang saling melayani/menggembalakan diberlakukan.
3. STRUKTUR GEREJA YANG RELEVAN DENGAN TUNTUTAN HIDUP DAN KARYA GEREJA
Yang dimaksud dengan Struktur Gereja adalah keseluruhan relasi timbal balik yang diatur dan ditata sedemikian rupa antara Warga Gereja secara individual maupun bersama-sama dengan para Aktivis dan Pejabat Gereja. Relasi itu bisa formal maupun informal. Struktur yang baik akan membuat Warga Gereja merasa menjadi bagian dari Gereja dan merasa memiliki Gereja dalam arti positip. Struktur Gereja akan relevan dengan tuntutan hidup dan karya Gereja apabila :
• keanekaragaman keberadaan Warga Gereja (usia, pekerjaan, minat, aspirasi politik, tradisi ber-Gereja dsb.) diakui dan ditata dalam struktur.
• karya kelompok-kelompok Warga Gereja diintegrasikan dengan Visi dan Misi Gereja.
• komunikasi dan kerjasama timbal balik saling memampukan antar Kelompok Warga Gereja dan antara Kelompok Warga Gereja dengan lembaga Gerejawi maupun non-Gerejawi dijalankan dengan baik.
4. JATIDIRI/IDENTITAS GEREJA YANG INSPIRATIF
Yang dimaksud dengan Jatidiri/Identitas adalah pemahaman yang dihayati oleh setiap Warga Gereja tentang siapa dan apa tugas mereka sebagai orang beriman maupun siapa dan apa tugas Gereja. Penghayatan Jatidiri/Identitas yang baik akan menjadi sumber inspiratif bagi setiap Warga Gereja dalam menjalani hidup dan karya Gereja. Penghayatan Jatidiri/Identitas akan inspiratif apabila :
• latar belakang keberadaan dan tradisi Gereja dihayati oleh segenap Warga Gereja.
• paham tentang inti Gereja dihayati oleh segenap Warga Gereja.
• peran dan fungsi setiap Warga Gereja dipahami oleh segenap Warga Gereja.
5. TUJUAN DAN TUGAS GEREJA YANG JELAS, RELEVAN, DAN TERJANGKAU
Yang dimaksud dengan Tujuan adalah segala sesuatu yang ingin diraih oleh Gereja, sedangkan yang dimaksud dengan Tugas adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meraih tujuan Gereja. Tujuan dan Tugas yang baik akan membuka peluang bagi keterlibatan Warga Gereja dengan lebih baik. Tujuan dan Tugas akan jelas, relevan, dan terjangkau apabila :
• Visi dan Misi Gereja dirumuskan secara jelas oleh Pemimpin Gereja dengan melibatkan sebanyak mungkin Warga Gereja.
• karya Gereja dituangkan dalam perencanaan karya/pelayanan Gereja yang mengacu pada Visi - Misi Gereja dan tuntutan hidup Warga Gereja.


PROSES KEGIATAN PEMBANGUNAN JEMAAT

I. PENYADARAN DAN MOTIVASI
1. Tujuan:
Jemaat memiliki:
a. gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang hidup dan karya Gereja setempat.
b. pengalaman menemukan keprihatinan.
c. motivasi untuk bersama-sama membangun Gereja.

2. Aktivitas:
a. Pemrakarsa PJ (d.h.i. Pendeta) mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Penatua dan Syamas dalam hal khusus Yaitu gereja setempat sudah mempunyai tim program, maka merekalah yang diserahi untuk melakukan inisiasi awal:
1) Menjelaskan maksud pertemuan-pertemuan yang akan dilakukan, yaitu untuk mendapatkan gambaran utuh dan menyeluruh mengenai hidup dan karya Gereja.
2) Menjelaskan hakikat Gereja dan bersama-sama menemukan „inti/unsur dasar Gereja“.
3) Bersama-sama mendeskripsikan:
a) Gambaran umum hidup dan karya Gereja setempat meliputi:
(1) Aktor (berdasarkan status keanggotaan, fungsi, jenis kelamin, pendidikan, dll.)
(2) Aktivitas (rutin, temporer, insidental dll.)
(3) Lingkup Aktivitas (wilayah, lingkungan, kategorial, dll.)
b) Gambaran Umum Konteks Hidup dan Karya Gereja, meliputi:
(1) Geografis.
(2) Tradisi Gereja.
(3) Gereja-gereja lain di sekitarnya.
(4) Agama-agama lain.
(5) Sosio-Ekonomi.
(6) Sosio-Politik.
(7) Sosio-Budaya.
4) Bersama-sama menemukan keprihatinan/problem umum dengan menggunakan instrumen evaluasi hidup dan karya Gereja.
5) Bersama-sama mengolah, membahas hasil evaluasi hidup dan karya Gereja, dan menemukan keprihatinan umum Gereja setempat.
6) Bersama-sama membangkitkan tekat untuk bekerjasama dan bahu membahu mengatasi keprihatinan Gereja.
7) Bersama-sama membentuk kelompok kerja, yang akan diajak menjalankan proses Pembangunan Jemaat.

b. Kelompok Kerja mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga Gereja untuk memperluas kesadaran adanya keprihatinan Gereja:
1) Menjelaskan maksud pertemuan-pertemuan yang akan dilakukan, yaitu untuk mendapatkan gambaran utuh dan menyeluruh mengenai hidup dan karya Gereja.
2) Menjelaskan hakikat Gereja dan bersama-sama menemukan „inti/unsur dasar Gereja“.
3) Bersama-sama warga Gereja menemukan keprihatinan/problem umum dengan menggunakan instrumen evaluasi hidup dan karya Gereja.
5) Bersama-sama warga Gereja mengolah, membahas hasil evaluasi hidup dan karya Gereja, dan menemukan keprihatinan umum Gereja setempat.
6) Bersama-sama warga Gereja membangkitkan tekat untuk bekerjasama dan bahu membahu mengatasi keprihatinan Gereja.

II. ANALISIS
1. Tujuan:
Jemaat memiliki:
a. pengalaman menggunakan dan mengolah hasil kuesioner lima faktor dalam rangka menghayati situasi yang sebenarnya dan situasi yang dikehendaki.
b. pengalaman bersama-sama dalam menemukan dan merumuskan faktor-faktor konteks yang mempengaruhi situasi yang sebenarnya (keprihatinan).

2. Aktivitas:
a. Pemrakarsa PJ mengadakan pertemuan dengan Kelompok Kerja:
1) Menyiapkan jadwal dan agenda pertemuan dengan warga Gereja.
2) Menjelaskan tentang Profil Analisa, Cara Penggunaannya, dan Pengolahannya.
3) Latihan mengisi dan menilai kuesioner lima faktor.
3) Membagi tugas pendampingan terhadap warga Gereja dalam mengisi kuesioner lima faktor.

b. Kelompok Kerja mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga Gereja:
1) Menjelaskan kuesioner lima faktor vitalisasi gereja.
2) Mendistribusikan kuesioner lima faktor, meminta warga Gereja mengisi kuesioner, dan mendampingi warga Gereja dalam mengisi kuesioner lima faktor vitalisasi gereja.

c. Pemrakarsa PJ mengadakan pertemuan dengan Kelompok Kerja:
1) Mengolah hasil kuesioner lima faktor vitalisasi gereja.
2) Menyiapkan presentasi data yang sudah diolah.

d. Kelompok Kerja mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga Gereja:
1) Mempresentasikan dan mendiskusikan data hasil kuesioner lima faktor vitalisasi gereja.
2) Menemukan bersama akar masalah hidup dan karya gereja.
3) Menemukan dan merumuskan faktor-faktor konteks yang mempengaruhi munculnya akar masalah.
4) Mengolah umpan balik terhadap presentasi data hasil kuesioner lima faktor vitalisasi gereja.
5) Merumuskan kesepakatan untuk menangani akar masalah.


III. REFLEKSI
1. Tujuan:
Jemaat memiliki:
a. pengalaman menemukan faktor penghambat dan pendukung, kemungkinan menangani problem, dan merumuskan prioritas penanganan problem.
b. pengalaman bersama-sama menemukan dan merumuskan relevansi penanganan problem dengan paham teologis mutakhir dan kontekstual (kespel, koinonia, mistagogi).

2. Aktivitas:
a. Pemrakarsa PJ mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Kelompok Kerja:
1) Menyiapkan jadwal dan agenda pertemuan dengan warga Gereja.
2) Mengolah umpan balik hasil diskusi tentang pengaruh faktor eksternal terhadap problem vitalisasi gereja.
3) Mengolah umpan balik hasil diskusi tentang faktor-faktor penghambat dan pendukung, kemungkinan menangani problem, menentukan prioritas penanganan problem vitalisasi gereja.
4) Menginventarisasi tulisan/paham teologis mutakhir dan kontekstual (kespel, koinonia, mistagogi) yang relevan dengan prioritas problem.
5) Merumuskan umpan balik hasil diskusi tentang nilai-nilai teologis penanganan prioritas problem vitalisasi gereja.

b. Kelompok Kerja mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga Gereja:
1) Mempresentasikan dan mempertajam problem vitalisasi gereja serta faktor eksternal yang berpengaruh.
2) Mendiskusikan faktor-faktor penghambat dan pendukung, kemungkinan menangani problem, menentukan prioritas penanganan problem vitalisasi gereja.
3) Mempresentasikan dan mendiskusikan rumusan prioritas penanganan problem, serta belajar bersama tentang paham teologis mutakhir dan kontekstual (kespel, koinonia, mistagogi) yang relevan dengan prioritas problem.
4) Menemukan dan merumuskan bersama nilai-nilai teologis penanganan prioritas problem vitalisasi gereja.
5) Membulatkan tekad menangani prioritas problem vitalisasi gereja.


IV. RENCANA AKSI DAN EVALUASI
1. Tujuan:
Jemaat memiliki:
a. pengalaman menentukan strategi kerja dalam menangani prioritas problem vitalisasi gereja.
b. pengalaman bersama-sama warga Gereja dalam menjabarkan tujuan penanganan prioritas problem ke dalam pokok-pokok program vitalisasi gereja, serta menyusun rencana evaluasi proses maupun produk.

2. Aktivitas:
a. Pemrakarsa PJ mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Kelompok Kerja:
1) Menyiapkan jadwal dan agenda pertemuan dengan warga Gereja.
2) Mengolah umpan balik hasil diskusi tentang strategi kerja dalam menangani problem vitalisasi gereja.
3) Megolah umpan balik hasil diskusi tentang tujuan dan pokok-pokok program vitalisasi gereja.
b. Kelompok Kerja mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga Gereja:
1) Mempresentasikan prioritas penanganan problem dan mendiskusikan strategi kerja dalam menangani prioritas problem vitalisasi gereja.
2) Mengidentifikasi prioritas problem, dan mendiskusikan tujuan penangan prioritas problem, serta menemukan pokok-pokok program vitalisasi gereja, serta rencana evaluasi.
3) Mendiskusikan draf pokok-pokok program vitalisasi gereja, menyepakati rekomendasi program vitalisasi gereja, menyepakati rencana evaluasi program vitalisasi gereja.
4) Mempresentasikan dan memantapkan program vitalisasi gereja dan rencana evaluasi.
5) Menyerahkan pokok-pokok rekomendasi dan menyerahkan pokok-pokok rekomendasi itu kepada Majelis Gereja untuk ditindaklanjuti.

Minggu, 07 Juni 2009

RIYAYA UNDHUH-UNDHUH GKJ BOYOLALI


Akhirnya tiba hari yang ditunggu selama setahun penuh oleh jemaat GKJ Boyolali, Hari raya Panen/Penuaian yang lebih akrab disebut dengan Riyaya Undhuh-Undhuh dilaksanakan pada hari Minggu, 7 Juni 2009 di Gedung GKJ Boyolali jalan Pahlawan 60. tampak sejak sore harinya (sabtu, 6 Juni 2009) panitia Undhuh-undhuh yang dikomandani pak Agus Iryanto sangat sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari menata tempat ibadah, ngecek apakah amplop Undhuh-Undhuh sudah sampai ke jemaat, gladi bersih prosesi untuk Ibadat besok, sampai urusan menerima barang-barang persembahan bahkan menaksir harga dasar barang-barang untuk lelangan.
GKJ Boyolali menyelenggarakan Riyaya Undhuh-Undhuh lebih serius pada tahun ini. Pambereg dilakukan dengan melalui kelompok-kelompok dan pepanthan, dimulai dari para panitia dan anggota majelis yang dengan sukacita memberikan contoh kepada seluruh warga jemaat, yaitu dengan memberikan persembahan Natura/ barang. Makanya seperti pada foto yang dipajang diatas, nampak barang pada tahun ini lebih banyak pada tahun-tahun yang lalu. Barang-barang yang dilelang mencapai 100an item yang dipajang... wah lumayan banyak juga. Dapat diceritakan berbagai macam barang dipersembahkan oleh warga jemaat: Setrika listrik, kompor gas, kompor listrik, tabung gas, lampu emergency, sapu lidi, ikrak, segala macam buah dan tanaman bahkan binatang hidup (ikan, ayam kate dan ayam kampung), tidak ketinggalan hasil bumi beras organik dan segala pernik pakaian serta kerajinan.
Ibadah pada pagi ini terasa khidmat sungguhpun banyak warga jemaat yang terpaksa harus berdiri karena tidakkebagian tempat duduk... ya.. terlihat sekitar 40an warga (kebanyakan anggota majelis dan panitia yang harus ngalah) berkebaktian dengan berdiri. Padahal.. Gereja sudah diperluas dan panitia telah menambah kursi sebanyak 100 buah kursi.. Tetap saja masih kurang. Hebat.. patut diacungi jempol animo jemaat pada Riyaya Undhuh-Undhuh tahun ini. Pdt. Simon mengambil ayat dari kitab Keluaran
23:14 "Tiga kali setahun haruslah engkau mengadakan perayaan bagi-Ku.
23:15 Hari raya Roti Tidak Beragi haruslah kaupelihara; tujuh hari lamanya engkau harus makan roti yang tidak beragi, seperti yang telah Kuperintahkan kepadamu, pada waktu yang ditetapkan dalam bulan Abib, sebab dalam bulan itulah engkau keluar dari Mesir, tetapi janganlah orang menghadap ke hadirat-Ku dengan tangan hampa.
23:16 Kaupeliharalah juga hari raya menuai, yakni menuai buah bungaran dari hasil usahamu menabur di ladang; demikian juga hari raya pengumpulan hasil pada akhir tahun, apabila engkau mengumpulkan hasil usahamu dari ladang.
23:17 Tiga kali setahun semua orangmu yang laki-laki harus menghadap ke hadirat Tuhanmu TUHAN.
Ada tiga perayaan yang dipelihara orang Israel sebagai perintah Allah: Hari raya Roti tidak beragi atau yang sering juga disebut dengan hari raya paskah, Hari raya Tujuh Minggu atau sering juga disebut sebagai hari raya Pentakosta yang kebetulan juga untuk menandai perayaan panen, serta hari Raya Pondok Daun yang ditandai dengan pengumpulan hasil panen. Akar Riyaya Undhuh-Undhuh yang saat ini dikembangkan oleh GKJ adalah perayaan-perayaan tersebut khususnya perayaan tujuh Minggu dan Pondok Daun. Dua perayaan tersebut mengakar pada tradisi agraris masyarakat Yahudi di Kanaan yang membawahasil panen pada masa-masa Khusus tersebut. Ditekankan bahwa Jemaat Tuhan harus menggaris bawahi bahwa perintah Tuhan adalah ”perayaan” yang tentunya diisi dengan keceriaan dan sukacita. Tidak ada kata ”terpaksa” dalam merayakan riyaya Undhuh-undhuh.. tentunya juga tidak boleh ada yang tergesa-gesa untuk segera mengakhiri perayaan. Ini adalah perayaan pengucapan Syukur yang harus dengan setia dilaksanakan jemaat. Diingatkan bahwa setiap keluarga (yang disimbolkan dengan ”setiap laki-laki” ) dalam perikop tersebut harus terlibat aktif dalam setiap jenis perayaan. Tuhan Allah tidak pernah sekalipun meninggalkan manusia dalam setiap langkah hidupnya, senantiasa memelihara umatNya. Tentunya harus ditanggapi dengan penuh hormat dan sukacita ”satu hari” pengucapan syukur ini. Pada akhirnya Pdt. Simon mbereg jemaat untuk adil kepada Tuhan: pada saat memohon banyak hal kepada Tuhan.. kita sabar menunggu kebaikan Tuhan yang pasti mengabulkan.. eh kok pada saat mengucap syukur malah kita tidak sabaran ”sejenak saja” menunggui proses perayaan Undhuh-Undhuh.
Ketika Ibadah berakhir, acara dilanjutkan dengan lelang perdana oleh Pdt. Simon Julianto. Barang yang dilelang adalah jarik sarimbit dengan harga dasar Rp. 120.000,- pak Simon mulai dengan mengatakan ”mugi-mugi taksih mandi” artinya ”semoga masih mujarab omongannya”. Dan jemaat menanggapi dengan antusias... dimulai dengan penawaran 150.000,- naik 175.000,- naik jadi 200.000,- naik lagi jadi 300.000 eh ditimpali dengan 350.000,- naik jadi 400.000 dan satu, dua tiga dhok ha ha ada yang nawar 500.000,- tetapi sayang panitia tegas dengan aturan. Sudah dihitung tiga kali jadi yang harus diakui adalah yang menawar Rp. 400.000,-. Yach lumayan buat pemanasan. Demikian Lelangan dilanjutkan oleh juru lelang yang dengan setia menawarkan barang dan melayani ramainya penawaran oleh warga. Tampak para pemuda yang ”hehe- mencuri kesempatan” berjualan minuman kepada warga yang kehausan. Dan tampak pula kelompok Selatan Barat juga sibuk diluar melayani pesananan nasi Soto. Jadi jemaat tetap di tempat tinggal pesan sembari terlibat dalam ajang lelangan Undhuh-undhuh kali ini.
Pukul 11.20 semua acara kelar. Semua capek.. semua lesu berkeringat.. tetapi puas. Puji Tuhan Sungguhpun tidak ada target yang dicanangkan untuk panitia. Tetapi dari perhitungan kasar sementara panitia angka perolehan Undhuh-Undhuh tahun 2009 ini menembus angka 33 juta rupiah (padahal belum termasuk riyaya Undhuh-Undhuh di pepanthan Cepogo, Selo, Jemowo dan sangen). Jumlah ini adalah jawaban Tuhan atas permohonan yang mencantumkan angka 32 juta rupiah pada Rencana Anggaran Belanja Gereja tahun 2009 yang diputuskan pada Sidang majelis Gereja terbuka tahun ini. Jemaat GKJ Boyolali... Tuhan telah jawab permohonanmu.. apa tanggapan kita?? Matur Nuwun Gusti. Tahun depan lebih sukses lagi khan?? Kita persiapkan mulai sekarang.









Minggu, 31 Mei 2009

BAZAAR UNDHUH-UNDHUH 2009


























Boyolali, 31 Mei 2009

Hiruk pikuk penuh canda antara tua dan muda.. tumplek bleg di halaman gedung GKJ Boyolali Jl. Pahlawan 60. Memang halaman gereja telah menjadi semakin sempit dengan proyek perluasan area peribadata, namun tidak mengurangi suasana akrab penuh persaudaraan. Berbagai macam komentar diantara mereka tidak menyurutkan semangat untuk berburu barang yang dipajang di halaman tersebut… Ya GKJ Boyolali tengah mengadakan rangkaian hari raya Panen/ Riyaya Undhuh-undhuh. Oleh panitia yang dikomandani pak Agus Wiro (pak Bayan) acara dirancang menjadi dua tahap yaitu:
tahap pambereg sekaligus pemanasan.. dilaksanakan pada hari ini tanggal 31 Mei 2009, bersamaan dengan peringatan Pentakosta. Jemaat Ring I (Boyolali, Paras, Musuk dan Teras) dipusatkan di Boyolali. Pengkotbah adalah Pdt. Em. Jimanto Setiadi dari GKJ Kebon arum-Klaten. Pada tahap pertama ini Panitia menyelenggarakan Bazaar Undhuh-Undhuh.. wuih itu yang diawal secara heboh dilaporkan. Tampak antusiasnya warga GKJ Boyolali terlibat dalam acara bazaar ini. Kelompok Utara menyuguhkan Nasi Gudangan lengkap dengan uborampenya… uenak, Kelompok Tengah membawa kombinasi tiga persembahan (tahu kupat sakbungkuse, the poci hangat dan dingin, Senar.. eh Soon, serta paket sayuran), sementara kelompok Selatan Timur menyajikan rica-rica dan rempeyekmacem-macem, kelompok Selatan Barat seperti biasa dengan trade mark mereka.. pecel gendar plus krupuknya juga gendar juruh, eh tiada lupa pepanthan Paras turun gunung dengan bakmi goreng yang mak nyuuss serta aneka rempeyek. Terlihat betapa sibuknya para perwakilan kelompok melayani para pembeli. Hua ha tidak ada bedanya kalo orang lagi asyik makan apalagi enak-enak semu pedes, wis pokoknya heboh. Belum lagi kalo ada anak kecil yang ngambek karena keingginannya tidak kesampaian. Yessica sikecil gendutnya pak Puji kelompok Selatan Barat kepedesen dengan pecel gendar racikan mamanya.. kontan minta minum dan antri ke kelompok tengah sambil bawa girik tiga ribuan… waduh ternyata the pocinya lagi habis, ngamuklah dia. Untunglah tidak berapa lama stok the hangat datang.. sruput-sruput dengan mata yang masih sembab dia menikmati pesenannya.
Pada bazaar kali ini panitia menerbitkan voucher belanja sebagai alat bayar. Yaitu senilai Rp. 1000, Rp. 3000, Rp. 5000 dan Rp 10.000. Voucher tersebut dibeli oleh jemaat terlebih dahulu kepada panitia sejumlah yang mereka inginkan. Setelah itu barulah mereka dapat belanja barang-barang yang diinginkan ke stand-stand yang telah siap. Uniknya.. peraturannya adalah tidak ada harga tengahan serta tidak ada yang namanya pengembalian. Jadi jemaat harus jeli melihat nilai barang agar sesuai dengan harga voucher yang dia punyai.. nah kalo pas kebetulan nilai Voucher tetap lebih tinggi dari nilai barang.. he he tidak ada kembalian. Tuhan menghendaki kita memnpersembahkannya. Sampai dengan laporan ini ditulis belum ada kabar berapa tepat perolehan persembahan dari bazaar undhuh-undhuh tahun ini. Yach yang namanya juga system persembahan,jadi semua harus diserahkan untuk Tuhan yaitu modal maupun keuntungan, terpujilah Dia yang empunya Dunia.
Sedang tahap yang kedua akan dilaksanakan pada tanggal 7 juni 2009 yang diawali dengan Kebaktian Hari raya Penuaian dan dilanjutkan lelang.harapan kita adalah pada minggu mendatang seluruh warga berpartisipasi.. hayo Tuhan kasih berkat kita setiap hari. Setahun Sekali datang untuk ucap syukur Riyaya Undhuh-Undhuh malah menghilang… kita tunggu ya

Kamis, 28 Mei 2009

SEMILOKA GEREJA & PERTANIAN ORGANIK



Klasis Boyolali baru saja mengirim utusan ke Seminar dan Lokakarya "Gereja dan Pertanian Organik" yang diselenggarakan Yayasan Trukajaya bekerja sama dengan Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (Sinode GKJ) Salatiga. Semiloka berlangsung tanggal 27-28 Mei 2009. Adapun utusan dari Klasis Boyolali adalah Pdt. Kristanto DU, Pdt. setyadi, Pdt. Simon Julianto serta satu perwakilan petani warga GKJ Ciptawening (lupa namanya..). Cukup menarik jalanya semiloka.. bahkan diakhir semiloka Klasis Boyolali mendapat kehormatan menjadi tuan rumah kegiatan selanjutnya.. wuah pendatang baru pada ranah pertanian organik nekat bersedia menjadi tuan rumah acara tiga bulan mendatang. bisik-bisik sudah dibicarakan pak simon dan pak Setyadi bahwa desain acara besok adalah pelatihan dengan pola live-in. moga-moga ada gereja di wilayah Klasis kita yang dapat menerima, rancangannya sich di pepanthan Berdug GKJ Ampel.. ya doakan PDKT berhasil... met berjuang .. salam Lestari

berikut Cuplikan TOR kegiatan tersebut:


Ketahanan pangan menjadi penumpu vital bagi ketahanan nasional karena pangan merupakan sesuatu yang tak tergantikan. Seluruh harapan untuk tumbuh, berkembang, berkarya dan menjadi produktif masih sangat tergantung pada kecukupan pangan bergizi. Bidang pertanian dituntut untuk memberi kontribusi minimal untuk kecukupan pangan dan gizi rakyat.. Di samping itu keselamatan lingkungan merupakan hal yang tak boleh diabaikan, demi apapun. Di negara maju produk pangan melimpah sementara di negara lain ada negara yang tidak mampu memberi makan rakyatnya. Di negara yang melimpah pangan, dapat dipastikan menerapkan pertanian yang sarat masukan pupuk dan pestisida kimia, benih dan bibit hasil rekayasa genetika dan mekanisasi pertanian yang menimbulkan berbagai pencemaran. Teknologi itu disebarluaskan ke negara-negara lain yang memimpikan produk pangan melimpah. Apa yang terjadi? Berkurangnya luas hutan secara drastis, pencemaran tanah, pencemaran air dan udara dan pemanasan global kini menjadi keprihatinan sebagai akibat dari kurang bijaksananya kita mengelola alam ini.

Bidang pertanian merupakan obyek yang bisa ditarik sana-sini, ditekan, diremas, diperas bahkan dijadikan permainan oleh para penguasa dan pengusaha untuk memperkuat industrialisasi, politik dan ekonomi tanpa penghargaan yang pantas pada ibu pertiwi yang kian merana. Nuansa gemah ripah loh jinawi pun kian memudar berganti mahalnya harga kebutuhan pokok yang semakin menyiksa rakyat. Menjelang Pemilu legislative 2009, beberapa parpol menyajikan data dan mengungkapkan bahwa kita telah kembali mencapai swasembada pangan namun siapa yang menjamin informasi itu benar-benar dapat menjadi jawaban nyata atas persoalan krisis pangan?

Perubahan iklim yang terjadi secara dramatis beberapa waktu terakhir diyakini sebagai akibat dari perilaku manusia yang kurang menghargai dan bahkan merusak lingkungan. Penggunaan bahan kimia berlebihan pada pertanian mengakibatkan beberapa organisme yang seharusnya hidup dalam tanah menjadi mati. Dampak selanjutnya adalah proses penyuburan tanah berjalan lambat dan untuk menjadikannya subur memerlukan dosis pupuk kimia lebih banyak lagi. Begitru seterusnya.

Memang pertanian bukan satu-satunya penyumbang bagi perubahan iklim global. Tetapi pertanian merupakan sector penting bagi pencegahannya di masa sekarang dan masa depan. Sebab pertanian adalah kegiatan yang terus dan secara sistematik dikerjakan untuk menyumbangkan bahan pangan. Karena itu memperbaiki pola pertanian juga berdampak pada banyak segi dalam kehidupan: lingkungan yang makin ramah, pangan yang sehat bagi manusia dan hewan, dan perbaikan bagi struktur tanah sebagai penopang penting pertanian dan kehidupan manusia dan organisme lainnya.

Ketika manusia mulai enggan menyentuh sektor-sektor pangan untuk memenuhi kebutuhan pokok, saat itulah krisis pangan mengancam kita. Namun pada kenyataannya ada yang lebih berbahaya daripada sekedar keengganan itu. Ketika sektor-sektor pertanian dieksploitasi untuk mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, saat itulah kehancuran dunia dimulai.

Sudah saatnya petani diberdayakan untuk menerapkan usaha tani yang mandiri. Mulai dari benih, pupuk dan sarana produksi lain yang mengangkat kemampuan dan keterampilan petani untuk mengupayakan, merawat dan menjaga ketersediaannya secara mandiri, tidak tergantung pada input-input dari luar yang mematikan kearifan local dan kedaulatan petani. Memang kini hal itu memerlukan proses yang panjang, tidak mudah dan tidak cukup dilaksanakan dalam hitungan minggu atau bulan. Perlu bertahun-tahun untuk memunculkan kembali kepercayaan diri petani menjalankan usaha taninya untuk kedaulatan pangan. Perlu dukungan dari banyak pihak untuk mewujudkannya.

Salah satu cara untuk memperbaiki kehidupan di masa depan, baik secara ekologis, ekonomis dan etis adalah pertanian organic. Mengapa? Sebab, pertanian organic akan mendukung bagi terciptanya kehidupan lingkungan. Pertanian seperti itu akan memberi ruang hidup bagi berbagai jenis organisme dalam tanah dan lingkungan akan berkembang secara berkelanjutan. Dari sisi ekonomis, pertanian organic selain murah dan mudah juga – kalau diperjuangkan secara terus-menerus akan menghasilkan produk pangan yang secara ekonomis bukan hanya terjangkau tertapi juga sehat bagi kehidupan yang menghargai antara produsen, konsumen dan lingkungan secara adil. Sayangnya, dari sisi etika, pertanian organic belum banyak dibicarakan dan diperjuangkan supaya ada keadilan bersama.

Gereja adalah bagian dari masyarakat bangsa dan negara Indonesia tercinta ini. Gereja-gereja Kristen Jawa salah satu di dalamnya. Dinamika politik, social dan kebudayaan di Indonesia tercinta ini ini seolah tak pernah berhenti membenturkan rakyat pada krisis pangan dalam berbagai jangka waktu pembangunan. Sejarah mencatat tahun 1980-an kita berhasil berswasembada beras. Namun setelah krisis ekonomi tahun 1998, kita pun dilanda krisis pangan dan persoalan kemiskinan bangsa pemilik tanah air nan subur makmur ini. Krisis lingkungan yang berujung bencana fatal menjadi akrab di pendengaran dan penglihatan kita sekarang.

Kita yakin gereja sebagai lembaga yang mengemban amanat damai sejahtera sebenarnya telah memahami kondisi buruk bidang pertanian dan lingkungan tersebut. Namun kini, gereja dituntut lebih dari itu. Melihat berbagai kenyataan di atas, gereja diperhadapkan pada suatu tantangan ke depan. Selayaknyalah gereja berperan nyata menjadi garam dan mewujudnyatakan damai sejahtera Tuhan di muka bumi ini. Bagaimana agar ketahanan pangan dan ancaman terhadap kerusakan alam ini menjadi keprihatinan bersama warga gereja. Tentu gereja dalam lingkup luas berkaitan dengan oikumene yang lintas komunitas, etnis dan wilayah administrative lainnya bahkan idealnya lintas agama. Namun secara konkret dapat kita mulai dari lingkup yang terkecil yaitu dari keluarga dan gereja kita untuk kemudian diperluas lagi.

Berdasarkan latar belakang seperti itulah, semiloka ”Gereja dan Pertanian Organik” ini diselenggarakan dengan melibatkan beberapa klasis GKJ di Jawa Tengah dan DIY serta gereja lain. Harapannya, ada pertukaran pikiran dan pengalaman dari berbagai segi: ekologi, ekonomis dan etika dari berbagai pihak : gereja, LSM, masyarakat dan petani. Selain itu dari semiloka ini diharapkan muncul semacam deklarasi atau pernyataan sikap yang diwujudkan dalam bentuk sebuah buku yang berisi pendidikan penyadaran jemaat gereja dalam pengembangan pertanian organik sehingga tumbuh suatu aksi nyata yaitu gerakan pertanian organik di jemaat gereja. Semiloka ini merupakan kerja sama antara Yayasan Trukajaya bersama Sinode GKJ dalam rangka Ulang Tahun Yayasan Trukajaya ke 43.

Tujuan :

1. Menyediakan wahana pembahasan mengenai Pertanian Lestari dari sisi ekologi, ekonomi, dan etika di kalangan Gereja-gereja Kristen Jawa dan masyarakat umum
2. Menyediakan tempat merumuskan bersama kerja sama sistematik antara Gereja-Trukajaya-Petani di bidang pengembangan pertanian lestari
3. Menyediakan wahana pertukaran informasi mengenai pertanian lestari bagi produsen-konsumen dan pelaku ekonomi lainnya

Hasil yang diharapkan :
Ada pertukaran informasi baik ilmiahdan berbasis pengalaman mengenai pertanian organik dari 3 sudut pandang : ekologi, ekonomi dan etika
Ada rumusan rencana aksi pengembangan pertanian organik di 2 contoh lokasi (klasis) yang bisa dikembangkan secara terbuka dan bertanggung jawab.

Muatan dan strategi semiloka :
Semiloka ini merupakan gabungan antara seminar dan lokakarya, yang pada ujung akhirnya adalah tumbuh kesepakatan antara gereja-Trukajaya-petani mengenai bagaimana mengembangkan pertanian organik yang sistematik dan berkelanjutan.

Dalam sesi seminar akan dibagi ke dalam 3 tahap : 1) tahap pengayaan yang berasal dari pakar atau nara sumber kompeten; 2) tahap pendalaman yang berasal dari petani dan pelaku pertanian organik. 3) Penyusunan rencana aksi di lingkup gereja.

Tahap pertama, seminar akan membahas berbagai issu yang berkaitan dengan pertanian :
Apakah globalisasi itu? Bagaimana globalisasi terjadi? Bagaimana dampak globalisasi bagi petani? Topik yang bertajuk Dampak Globalisasi dalam bidang pertanian ini akan dibawakan oleh Ibu Lily Noviati dari Yayasan Bina Desa Jakarta.
Kebutuhan pangan merupakan persoalan penting yang tak bisa ditawar bagi kehidupan manusia. Dan kebutuhan pangan tersebut dapat dipenuhi dengan pengelolaan pertanian secara bijaksana. Artinya pertanian pangan menjadi big point yang menuntut kepedulian banyak pihak untuk menghasilkan pangan yang sehat dalam jumlah yang cukup. Bp. Haryanto Santosa akan memaparkan tentang Pertanian organik mendukung Ketahanan Pangan.
Bagaimana petani memiliki motivasi kuat untuk membangun pertanian yang berperspektif ekologis, pertanian organik seperti apa yang sebaiknya dikembangkan oleh petani, sehingga tercipta kemandirian petani: dari sisi teknologi dan juga pendanaan? Bagian ini akan dibahas oleh : Rm. Wartaya Winangun dari KPTT Salatiga
Pertanian organik juga menyangkut penyelamatan kehidupan dalam jangka panjang. Bagaimana petani yang sudah bekerja lelah untuk menyelamatkan kehidupan tetapi tidak memperoleh penghargaan yang layak (harga jual, pemasaran yang kurang mendapat dukungan hukum)? Juga bagaimana kelompok orang yang dengan sadar berusaha memberikan bahan pangan sehat melalui pertanian organik, justru tidak mendapat tempat dalam pemerintahan: tidak ada hukum yang mendukung, tidak ada perwakilan politik, dan seterusnya? Bagaimana sebaiknya kebijakan yang mendukung pertanian organik dan petaninya supaya tercipta kehidupan yang lebih baik bagi petaniitu sendiri? Bagaimana gereja (GKJ) memandang soal ini? Pertanyaan-pertanyaan dalam topik Etika Pertanian itu akan dijawab oleh Pdt. Em. DR. Sutarno (warga Gereja).
Dari segi ekonomi banyak orang berpendapat bertani organik tidak ekonomis: terlalu mahal dan repot. Akibatnya model pertanian organik kurang kompetitif, karena harga terlalu mahal dan tidak terjangkau masyarakat banyak. Tentu saja, pertanian organik menjadi sangat eksklusif dan tidak dikembangkan secara masif, karena konsumennya masih terbatas. Bagaimana menjadikan pertanian organik dapat memenuhi ketahanan pangan sekaligus secara ekonomi layak dan menguntungkan petani dan juga konsumen? Bagaimana siasat yang mesti dilakukan petani? Bagaimana metode pemasaran yang kompetitif untuk produk organik? Drs. Mustofa dari Paguyuban Tani Al-Barokah akan membagikan pengalamannya kepada peserta tentang Pemasaran Produk Pertanian Organik.

Tahap ke dua berbagi pengalaman nyata beberapa petani terutama yang sudah melaksanakan pertanian organik dari sudut pandang : negatif dan positif. Sesi ini akan dimulai dengan pemaparan pengalaman 2 orang petani pelaku PO yaitu Bp. Sukamto dari GKJ Pugeran dan Bp. Sri Sutardi dari GKJ Purwantoro. Kemudian diskusi akan mengalir kepada para petani lain yang akan berbicara langsung dan dipandu oleh seorang fasilitator.

Tahap ke tiga yaitu pada hari ke dua, semua peserta semiloka berdasarkan masukan yang berasal dari pakar dan praktisi akan mencoba untuk membuat peta persoalan lebih sistematik dan mencari jalan keluar bersama yang mungkin dikerjakan. Beberapa usulan yang bersifat praktis bisa menjadi kerangka kerja bagi program kerja sama di lapang. Kemudian dipilih lokasi yang memungkinkan bagi pelaksanaan kerja sama tersebut. Dari situ bisa dirancang rencana monitoring untuk melihat perkembangannya. Nara sumber/ fasilitator pada sessi ini adalah Pdt. Yahya Tirta Prewita (Sekretaris Umum Sinode GKJ) dan Suwarto Adi (Direktur Trukajaya).

Minggu, 24 Mei 2009

ALKITAB FIRMAN TUHAN

APAKAH ALKITAB ITU FIRMAN TUHAN ?
(Suatu upaya membangun kriteria teologi Kristen)

Berusaha menyelidiki dan menggali Kebenaran Alkitab adalah hal yang sangat baik, karena melalui penyelidikan dan penggalian inilah kita akan mengetahui: siapakah penulis kitab tersebut, kapan kitab itu ditulis, dalam rangka apa kitab itu ditulis, sasaran pembaca, apa pesan/isi/tema utama dari kitab tersebut? Namun hasil akhir dari penyelidikan ini akan muncul 2 kemungkinan, baik bagi orang yang menyelidiki maupun orang lain yang membaca hasil penyelidikan tersebut.
Kemungkinan yang pertama, orang itu akan mengalami goncangan iman, mungkin juga kehilangan iman. Sebab mungkin ketika ia baru mulai mengenal Kitab Suci dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia diajarkan bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN. Namun setelah menyelidikinya sendiri atau setelah membaca hasil penyelidikan orang lain ia mendapati kenyataan yang berbeda, yang berakhir pada satu kesimpulan bahwa Alkitab hanya tulisan/hasil karya literatur manusia saja! Ketika kesimpulan demikian diambil, masihkah orang demikian akan percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan? Pada masa perubahan seperti ini, banyak orang menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dipercayai.
Kemungkinan yang kedua, orang itu akan mengalami pertumbuhan dan kekuatan iman dan semakin percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan. Sebab ketika ia melakukan penyelidikan atau membaca hasil penyelidikan orang lain, terungkap baginya bahwa Alkitab adalah sebuah buku luar biasa dan ajaib. Meskipun para penulis Kitab Suci ini rata-rata berpendidikan rendah (kemungkinan besar tidak ada satupun penulis kitab yang bergelar Doktor – Kis. 4:13), dari latar belakang kehidupan yang berbeda, massa/tahun kehidupan yang berbeda pula, namun bisa menghasilkan tulisan yang menakjubkan. Banyak ketepatan sejarah dan ketepatan penggenapan nubuat. Antara kitab satu dengan kitab lain saling mendukung (andaikata terdapat perbedaan atau pertentangan antar kitab, itupun persentasenya sangat kecil, ada juga kemungkinan kita salah menafsirkannya sehingga muncul perbedaan-perbedaan tersebut).
Semua manusia dalam menilai sesuatu (benda, peristiwa, keadaan, situasi dan kondisi, dll.), selalu pada dua kesimpulan, positif dan negatif atau baik dan buruk.
Sekarang penulis kembali kepada judul makalah ini: APAKAH ALKITAB ITU FIRMAN TUHAN? Secara pribadi, penulis tetap percaya bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

I. ALLAH YANG MENULIS ALKITAB
Pertanyaan yang diajukan di sini adalah: mungkinkah manusia mengarang Alkitab? Bagi orang beriman, Alkitab semakin dibaca, semakin terlihat betapa hebat­nya kesatuan yang terkandung didalamnya. Semakin mendalaminya semakin dilihat betapa tingginya ketelitiannya, dan akan menemukan bahwa bukan 40 orang yang mengarang­nya, tetapi Satu Orang, yaitu ALLAH sendiri! Sekitar 40 penulis yang berasal dari latar belakang kehidupan, profesi, kebudayaan dan waktu hidup yang terpisah jauh, hanyalah bagaikan 40 batang pena di tangan Allah. Yang berperan utama dalam penulisan itu bukanlah ke-40 batang pena, melainkan penulisnya. Demikian pula, meskipun Alkitab ditulis sekitar 40 penulis, tetapi mereka hanya alat yang dipakai Allah, yang melalui mereka Allah menyatakan FirmanNya. Mereka menulis dengan pimpinan Roh Kudus: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (II Ptr. 1:20-21).
Di bawah ini penulis mengutip sebuah kisah perjalanan seorang agnostik yang banyak mempelajari atheisme, namun setelah dia mengenal Alkitab dan mulai menyelidikinya, ia menjadi takjub akan keajaiban yang ditemukan dalam Alkitab. Akhirnya sejak saat itu ia (yang bernama Ivan Panin), menghabiskan hampir seluruh hidupnya secara khusus melakukan penelitian ayat demi ayat dalam Alkitab:[1]
Di tahun 1882, Panin, seorang imigran muda dari Rusia menamatkan studinya di Harvard. Ia mengalami keubahan yang mengherankan di dalam Kristus, setelah sekian lama berkelana sebagai seorang agnostik yang sering mempelajari atheisme! Sebagai seorang sarjana matematika yang brilian, dan ahli berbagai bahasa dan sastra, Panin mulai mempelajari Alkitab sebagai seorang Kristen. Ia menunjukkan, bahwa Alkitab dalam bahasa aslinya adalah meru­pakan rancangan yang sempurna dari Seorang Maha pemikir Matematika jauh di atas kemampuan manusia untuk menyusunya. Ia memberikan lebih dari 43.000 lembar hasil penelitiannya kepada Yayasan Penelitian Nobel (Nobel Research Foundation), disertai dengan pernyataan, bahwa ini adalah bukti Alkitab sebagai Fir­man Allah. Mereka menjawab, "Sejauh penyelidikan yang telah kami lakukan kami menemukan bukti­ – bukti yang menguatkan pernyataan ini".Panin menemukan bahwa pola ‑ pola bilangan prima seperti 11, 13, 17, dan 23 terutama 7, ditemukan dalam berkas ‑ berkas yang besar. Ia menjumlah nilai ‑ nilai bilangan dari kata, kalimat, alinea, bait, dan kitab, dan ia menemukan pola ‑ pola yang sama dalam bentuk‑bentuk ini! Ia menemukan bahwa jumlah nilai bilangan dari kata ‑ kata habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari nama‑nama, baik pria maupun wanita, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata yang dimulai dengan huruf vokal maupun konsonan, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata ulang maupun kata tunggal, habis dibagi dengan 7 ! Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata benda maupun bukan kata benda habis dibagi dengan 7. Setiap kata, jumlah nilai bilangannya habis dibagi dengan 7! Mula‑mula Panin mendalami hanya satu bait saja dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan keteguhan bukti statistik dari rancangan supernatural ini. Ia mengatakan, bahwa semakin kita mendalami suatu bait, semakin kita mendapat bukti lebih banyak dari pola‑pola itu, sehingga pikiran kita menjadi terkagum‑kagum!
Memang, tidak bisa kita pungkiri bahwa ketika para penulis ini menggoreskan kalimat demi kalimat ke atas papirus[2], ada ide-ide dan pengalaman tertentu dari penulis yang dimasukan ke dalam tulisannya. Bahkan salah satu unsur yang tidak bisa lepas adalah campur tangan politik, khususnya kitab Perjanjian Lama. Menurut Robert B. Coote, tujuan awal bait suci dan kitab sucinya adalah melegitimasikan penguasa wangsa Daud (1000-520 sM).[3] Namun apakah Allah tidak bisa memakai situasi dan kondisi politik, terutama politik umat pilihan (Israel) untuk menyampaikan maksud, kehendak dan pengajaran-Nya yang dituangkan melalui para penulis Kitab Suci? Mengapa kita membatasi kerja kuasa Allah dalam segala hal? Sepanjang apa yang ditulis mereka, bermanfaat untuk mengajar, dan adanya intervensi/campur tangan Allah melalui Roh Kudus di kala proses penulisannya, ia akan menjadi Fiman yang bermanfaat untuk mendidik, mengajar, menuntun dan memperingatkan siapapun yang membaca Kitab Suci ini (I Kor. 10:6-11).
Begitu kita mulai meragukan otoritas penulis kitab dan bertanya, apakah benar bahwa penulis-penulis itu dipimpin oleh Roh Kudus? Dengan sendirinya otoritas Alkitab akan hancur di mata kita. Dan akhirnya kita akan menganggap Alkitab ini tidak mempunyai keunggulan/kelebihan jika dibandingkan dengan bukuk-buku lain yang banyak beredar di dunia. Karena itu titik penentuan apakah kita mengakui Alkitab sebagai Firman Tuhan, akan ditentukan oleh pengakuan kita kepada penulis kitab itu sendiri. Jika kita mengganggap bahwa mereka tidak dipakai Allah, apa yang mereka tulis hanya intervensi kekuasaan politik kerajaan tertentu di Israel. Dan kita sendiripun sanggup menulis seperti apa yang ditulis mereka, maka dengan sendirinya kita pun akan menulis buku dan menyamakan kedudukannya seperti Alkitab. Jika hal demikian sampai terjadi, dapatkah kita bayangkan berapa banyak kitab-kitab yang dianggap suci yang akan terbit dikemudian hari? Apakah identitas kekristenan bisa dipertahankan lagi, dan berapa banyak agama yang nantinya akan muncul dari hasil karya penulis-penulis pintar yang tersebar di seluruh dunia?
II. ALKITAB MERUPAKAN WAHYU ALLAH : (II Tim 3:15)
Walaupun Allah memakai manusia untuk menuliskan FirmanNya, namun secara prinsip otoritas, Dialah yang mewahyukannya[4]. Manusia hanya media yang dipakai Allah untuk menuangkan wahyuNya dalam bentuk tulisan (II Tim. 3:15-17). Penulis kurang setuju dengan penjelasan David Robert Ord dan Robert B. Coote, tentang “Ilham”, yang mengatakan bahwa: Kita juga dapat membandingkan kesejajaran yang lebih jauh antara Konstitusi tersebut dengan Alkitab dalam hal pengilhamannya. Konstitusi itu dapat juga disimpulkan sebagai diilhami oleh roh rakyat Amerika. Dengan “pengilhaman” kita tidak bermaksud mengatakan bahwa rakyat Amerikalah yang mendiktekan kata-kata yang ada di situ, tetapi para pengagas Konstitusi itu memang secara akurat mencerminkan perhatian rakyat Amerika dan menjawab persoalan yang relevan bagi bangsa Amerika. Para pembuat Konstitusi itu sungguh diilhami oleh rakyat Amerika karena mereka mengangkat persoalan yang hidup dalam jiwa rakyatnya. Maka pengilhaman (inspirasi) atas kitab-kitab dalam Alkitab pun dapat dipahami seperti di atas...”[5]
Jika pengilhaman terhadap penulisan Kitab Suci kita pahami seperti yang diungkapkan David dan Robert Coote, sangat berbahaya! Karena akan membuka peluang besar bagi penulis-penulis yang ahli dewasa ini, memunculkan buku-buku mereka dan kemudian diklain bahwa tulisan mereka itu merupakan kitab-kitab suci yang diilhamkan Allah. Bahwa mereka digerakan Roh Allah, mereka mendengar suara/bisikan Allah, mereka mendapat mimpi dan penglihatan Allah, sehingga apa yang mereka dapatkan dituangkanlah dalam bentuk tulisan. Kemudian mereka mengajarkan kepada orang-orang yang awam. Jika kitab suci buatan mereka itu muncul, kita juga tidak bisa menolak dan mengatakan bahwa mereka tidak dipakai Allah. Karena dengan alasan apakah kita mau menolak dan mengatakan bahwa tulisan mereka itu tidak diilhamkan Allah?
Pengilhaman tidak bisa disamakan dengan cara munculnya – dalam hal ini diambil Konstitusi di Amerika – sebuah buku undang-undang untuk mengatur suatu negara. Konstitusi digagas oleh sekelompok orang dalam satu forum secara bersamaan. Melalui rapat anggota legislatif, mengajukan ide dan rancangan undang-undang yang akan diberlakukan. Tetapi penulisan Alkitab tidaklah demikian. Para penulis tidak hidup dalam komunitas yang sama. Mereka berasal dari kebudayaan, profesi, latar belakang pendidikan, massa kehidupan, dan tempat tinggal yang terpaut jauh. Dan hasil tulisan mereka dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, ketika dikanonisasi, ternyata isinya saling mendukung, saling berkaitan dan saling menunjang. Mengapa demikian? Karena hanya ada satu Roh yang memberikan Ilham atau Wahyu kepada para penulis yaitu Roh Kudus. Tuhan Yesus sendiri mengakui bahwa penulis kitab, diantaranya raja Daud dipakai/ dipimpin oleh Roh Kudus ketika menuliskan kitabnya (Mrk. 12:35-36)
III. DIBUKTIKAN OLEH SEJARAH
George Eldon Ladd menuliskan dalam bukunya, Injil Kerajaan Allah: “Alkitab mempunyai sebuah jawaban dalam sejarah. Tema pokok dari keseluruhan Alkitab adalah pekerjaan Allah menyelamatkan manusia dalam sejarah”.[6]
Alkitab berbicara tentang kehidupan manusia dalam konteks visi sejarah yang universal, sejarah kosmis. Meskipun, tentu saja, Alkitab juga memuat banyak macam bahan – perundang-undangan yang legal, doa-doa, ucapan-ucapan kebijaksanaan, dan perintah moral – Alkitab, dalam rencananya yang menyeluruh dan dalam sebagian besar isinya, adalah sejarah. Alkitab menempatkan dirinya dihadapan kita suatu visi tentang sejarah kosmis, dari penciptaan dunia sampai ke penggenapannya yang terakhir, tentang bangsa-bangsa yang membentuk satu keluarga umat manusia, dan tentu saja tentang satu bangsa yang dipilih untuk menjadi pengemban makna sejarah demi untuk semua, dan tentang satu manusia yang dipanggil untuk menjadi pengemban makna tersebut untuk bangsa itu. Berbagai macam peristiwa, tempat terjadinya peristiwa, bahkan tahun terjadinya peristiwa yang tertulis dalam Alkitab, dapat dibuktikan melalui penggalian sejarah. Alkitab adalah sejarah yang universal[7].
IV. ALKITAB DIYAKINI OLEH MILIARAN MANUSIA DI MUKA BUMI
Suatu kritikan umum dari mereka yang menentang atau yang ragu-ragu terhadap Alkitab adalah bahwa “Alkitab adalah sebuah buku mitos yang berisi cerita-cerita fiktif. Karena itu peristiwa, mujizat dan tokoh yang diungkapkan adalah fiktif belaka”. Kritikan demikian muncul karena mereka bukan menerima Alkitab dengan iman tetapi dengan logika. Ketika mereka membaca bagaimana Allah menyatakan kuasa dan mujizatNya di tengah-tengah manusia, bagi mereka itu adalah hal yang mustahil terjadi. Karena itu kuasa Allah yang ajaib itu bagi mereka hanya semacam mitos yang diajarkan turun-temurun dan dibumbui dari generasi yang satu ke generasi yang selanjutnya, sehingga cerita itu menjadi semakin menarik untuk dibaca sebagai sebuah buku hiburan atau dongeng bagi anak-anak.
Kritikan demikian sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat, sebab mitos tidak memiliki imbangan di dalam kebenaran historis, maka mereka dipertimbangkan sebagai sumber kebenaran yang tidak dapat dipercaya[8]. Mitos adalah “Cerita Fiktif, cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib[9]. Jika Alkitab hanya sebuah buku Mitos / Cerita Fiktif, mengapa orang yang mempercayainya demikian banyak – umat Kristen dan Katolik di dunia berjumlah satu miliar lebih – apakah mereka adalah orang-orang bodoh yang naif dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Dengan mengatakan bahwa Alkitab adalah sebuah buku Mitos, sama artinya melecehkan dan mengatakan bahwa miliaran manusia Kristen yang mempercayai Alkitab adalah orang-orang bodoh yang terjebak dalam kebohongan sebuah buku. Mereka percaya Alkitab sebagai Firman Tuhan, tentunya berlandaskan pengalaman rohani mereka secara pribadi dengan Alkitab dan dengan Allah yang diungkapkan melalui Alkitab tersebut. Hidup mereka diubah dari jahat menjadi baik, menjadi manusia ciptaan baru yang penuh pengharapan. Banyak orang Kristen diseluruh dunia, memiliki pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus; apakah itu berupa kesembuhan penyakit, kekuatan dan penghiburan disaat lemah, penglihatan dan mimpi ajaib.
V. ALKITAB SELALU RELEVAN
Dipertengahan abad 17; Voltaire, salah satu dari penulis‑penulis yang paling berpengaruh di masa itu, menunjukkan sebuah Alkitab di tangannya dan berkata, "Dalam 100 tahun mendatang. Kekristenan akan tersapu lenyap dan tinggal sejarah saja!"[10] Lucunya, hanya 50 tahun setelah kematiannya, Perkumpulan Alkitab Jenewa (Geneva Bible Society) memakai rumahnya sebagai markas besar mereka untuk mencetakan dan mengedarkan Alkitab!
Jika kita beranggapan bahwa Alkitab yang ditulis ribuan tahun lalu tidak relevan lagi untuk dipraktekkan zaman teknologi maju seperti sekarang ini. Yang ingin penulis tanyakan: dalam hal apa dikatakan tidak relevan? Atau sebaliknya kita tidak ingin diikat/dibelenggu oleh Kebenaran Allah berupa aturan-aturan, dan ingin bebas lepas sebebas-bebasnya? Jika demikian halnya permasalahannya bukan pada Alkitab, tetapi pada ketidakpuasan pribadi manusia untuk mengejar kehidupan duniawi. Sama seperi Adam dan Hawa yang merasa terikat oleh perintah Allah agar jangan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mereka ingin bebas tanpa aturan. Dan apa hasil kebebasan yang mereka peroleh? Justru sebaliknya karena mereka melanggar perintah Allah, mereka jatuh ke dalam dosa dan penghukuman/kutukan, yang berakhir dengan penderitaan jasmani dan rohani (Kej. 2:15-17; 3:1-24).

VI. ALKITAB BERSAKSI TENTANG YESUS KRISTUS
Jika orang-orang dunia tidak percaya Alkitab sebagai Firman Allah adalah hal yang wajar, oleh karena mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat manusia. Tetapi jika ada umat Kristen yang tidak percaya Alkitab adalah Firman Allah adalah sangat naif. Bagaimana orang demikian bisa disebut Kristen – pengikut Kristus (Kis. 11:26; 16:7; 26:28)? Karena antara Kitab Suci dan Yesus Kristus – Allah – adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Yesus Kristus adalah FIRMAN dan ALLAH, yang menjadi manusia: “ Pada mulanya adalah Firman ; Firman itu bersama – sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah ; Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” ( Yoh. 1:1,14), bandingkan: (Flp. 2:5-9; Kol. 1:15; Ibr. 1:3; I Tim. 3:16).
Karena itu Alkitab adalah sebuah buku yang bersaksi tentang Yesus Kristus: “ Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu” (Yoh. 5:39-40; bandingkan: Luk. 24:44-47; Yoh. 20:31). Karena itu tidak mempercayai Alkitab sebagai Firman Allah sama artinya tidak percaya kesaksian tentang Yesus Kristus. Dan tentunya tidak akan ada gunanya juga jika seseorang hanya mempercayai Alkitab, tetapi tidak menjalankan Alkitab itu dalam kehidupannya sehari-hari. Sama seperti iman tanpa perbuatan, demikianlah percaya kepada Alkitab tetapi tidak melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab. Yang dituntut Yesus dari kita adalah mendengar, percaya dan melakukan: “ Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri........” (Yak. 1:22-25). Karena itu kehidupan kekal bukan terletak pada percaya kepada Alkitab, tetapi pada tindakan melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab.
Adalah kewajiban utama dan tertinggi dari setiap makhluk yang berakal untuk mempelajari dari Kitab Suci apa KEBENARAN itu, kemudian berjalan dalam terang kebenaran dan mendorong orang lain untuk mengikutinya. Kita harus mempelajari Alkitab dengan rajin setiap hari, mempertimbangkan setiap pemikiran dan membandingkan ayat dengan ayat [11]. Yang diharapkan adalah kita bersikap seperti orang-orang Yahudi di Berea, setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci dan akhirnya mereka percaya dan menerimanya sebagai kebenaran Firman Tuhan (Kis. 17:11-12).
VIII. KEKRISTENAN SEMU/PALSU
Keprihatinan yang realistis saat ini adalah mengenai munculnya kekristenan semu bahkan Palsu. Sumber dari perkara ini adalah akibat kesalahmengertian orang tentang bagaimana berteologi Kristen itu? Sesungguhnya Ciri pokok dari theologi Kristen ada pada “bersumber pada Alkitab” dan “dibawah wibawa Firman Allah di dalam Kitab Suci”. Seorang Theolog dapat dikatakan theolok Kristen apabila percaya dan berada dalam wibawa kitab suci, bukan pada posisi sebaliknya(mencemooh dan memutarbalikkan makna Alkitab). Teman-teman Pascasarjana Satya Wacana dalam diskusinya menyayangkan pendapat-pendapat John Spong; suatu contoh dalam buku yang dia tulis[12] mengungkapkan bahwa dia setuju dengan Homoseks. Bahkan dalam suatu seminar[13] yang diadakan di Salatiga, secara terang-terangan ia mengakui telah mentahbiskan beberapa pendeta homoseks di gereja yang dipimpinnya. Yang ingin penulis kritisi secara tajam adalah: Apakah itu betul-betul Firman Tuhan? Atau sebaliknya pemutarbalikkan Firman Tuhan? Karena banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang menentang tindakan homoseks (Kej. 19:1-29; I Kor. 6:9; Why. 21:8; Rm. 1:26-27; I Tim. 1:9-10; Im. 20:13).
Secara pribadi, penulis turut prihatin dan merasa kasihan kepada mereka yang memiliki kelainan seksual tersebut. Orang demikian memang perlu diberi dukungan, baik secara mental maupun secara moril. Kita harus terima mereka dalam pergaulan komunitas masyarakat dan dalam gereja. Mereka juga orang yang layak diselamatkan. Namun jangan sampai keprihatinan tersebut salah arah, sehingga mendukung tindakan mereka dalam melakukan persebutuhan yang tak wajar. Bagi penulis, itu adalah suatu penyakit yang harus disembuhkan. Sama halnya seorang yang memiliki kelainan jiwa berupa suka mengambil/menilap barang-barang orang lain, meskipun ia sendiri sanggup membeli barang-barang yang dia ambil. Tapi bagi orang tersebut, bisa mengambil barang orang lain adalah suatu kepuasan/kenikmatan tersendiri, suatu kepuasan yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Sama halnya dengan homoseks. Kita tidak seharusnya mendukung dan setuju dengan tindakannya melakukan persetubuhan yang tak wajar itu. Apakah homoseks tidak bisa disembuhkan? Yang menjadi pertanyaan kita adalah: Percayakah kita akan kuasa Allah? Jika Allah sanggup melakukan berbagai macam mujizat dan kesembuhan, bahkan membangkitkan orang mati, tidak sanggupkah Allah menyembuhkan kelainan jiwa atau kelainan gen atau kelainan kromosom yang dialami seorang homoseks atau lesbian? Kecuali jika kita tidak percaya kepada kuasa Allah. Selain itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran yang semakin canggih, seharusnya penyakit tersebut sudah bisa ditangani.
Jadi agaknya perlu dibangun satu aturan yang menjelaskan tentang karakteristik Theologia Kristen, supaya di kemudian hari tidak semakin banyak orang yang mengaku Kristen tetapi tidak percaya Alkitab. Mengaku Theolog Kristen tetapi justru menyerang Kitab Sucinya sendiri. Kekristenan yang semacam itu adalah semu bahkan palsu.












DAFTAR PUSTAKA

1. Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
2. Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001
3. Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985
4. David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar? BPK Gunung Mulia, 2000
5. Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994
6. Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999
7. Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001
9. Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993.
10. Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990.
[1] Bagian ini penulis kutip dari artikel Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
[2] Semacam alang-alang air yang tumbuh di Eropa Selatan dan Afrika Utara, digunakan sebagai bahan kertas pada zaman dahulu, menurut penelitian, zaman dulu Alkitab juga ditulis di atas kertas semacam papyrus.
[3] Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001, Hal 4, 215-223
[4] Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985, hal 29
[5] Kutipan perkataan David Robert Ord dan Robert B. Coote, APAKAH ALKITAB BENAR? BPK Gunung Mulia, 2000, hal 135-136
[6] Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994, 162
[7] Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999,124.
[8] Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995, 10.
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001, 749
[10] Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993, hal 136-143.
[11] Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990, 564-565.
[12] Diantara bukunya: A New Christianity for a New World.
[13] Seminar ini diadakan pada tanggal 22 Juli 2003, di Balairung UKSW.