APAKAH ALKITAB ITU FIRMAN TUHAN ?
(Suatu upaya membangun kriteria teologi Kristen)
Berusaha menyelidiki dan menggali Kebenaran Alkitab adalah hal yang sangat baik, karena melalui penyelidikan dan penggalian inilah kita akan mengetahui: siapakah penulis kitab tersebut, kapan kitab itu ditulis, dalam rangka apa kitab itu ditulis, sasaran pembaca, apa pesan/isi/tema utama dari kitab tersebut? Namun hasil akhir dari penyelidikan ini akan muncul 2 kemungkinan, baik bagi orang yang menyelidiki maupun orang lain yang membaca hasil penyelidikan tersebut.
Kemungkinan yang pertama, orang itu akan mengalami goncangan iman, mungkin juga kehilangan iman. Sebab mungkin ketika ia baru mulai mengenal Kitab Suci dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia diajarkan bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN. Namun setelah menyelidikinya sendiri atau setelah membaca hasil penyelidikan orang lain ia mendapati kenyataan yang berbeda, yang berakhir pada satu kesimpulan bahwa Alkitab hanya tulisan/hasil karya literatur manusia saja! Ketika kesimpulan demikian diambil, masihkah orang demikian akan percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan? Pada masa perubahan seperti ini, banyak orang menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dipercayai.
Kemungkinan yang kedua, orang itu akan mengalami pertumbuhan dan kekuatan iman dan semakin percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan. Sebab ketika ia melakukan penyelidikan atau membaca hasil penyelidikan orang lain, terungkap baginya bahwa Alkitab adalah sebuah buku luar biasa dan ajaib. Meskipun para penulis Kitab Suci ini rata-rata berpendidikan rendah (kemungkinan besar tidak ada satupun penulis kitab yang bergelar Doktor – Kis. 4:13), dari latar belakang kehidupan yang berbeda, massa/tahun kehidupan yang berbeda pula, namun bisa menghasilkan tulisan yang menakjubkan. Banyak ketepatan sejarah dan ketepatan penggenapan nubuat. Antara kitab satu dengan kitab lain saling mendukung (andaikata terdapat perbedaan atau pertentangan antar kitab, itupun persentasenya sangat kecil, ada juga kemungkinan kita salah menafsirkannya sehingga muncul perbedaan-perbedaan tersebut).
Semua manusia dalam menilai sesuatu (benda, peristiwa, keadaan, situasi dan kondisi, dll.), selalu pada dua kesimpulan, positif dan negatif atau baik dan buruk.
Sekarang penulis kembali kepada judul makalah ini: APAKAH ALKITAB ITU FIRMAN TUHAN? Secara pribadi, penulis tetap percaya bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
I. ALLAH YANG MENULIS ALKITAB
Pertanyaan yang diajukan di sini adalah: mungkinkah manusia mengarang Alkitab? Bagi orang beriman, Alkitab semakin dibaca, semakin terlihat betapa hebatnya kesatuan yang terkandung didalamnya. Semakin mendalaminya semakin dilihat betapa tingginya ketelitiannya, dan akan menemukan bahwa bukan 40 orang yang mengarangnya, tetapi Satu Orang, yaitu ALLAH sendiri! Sekitar 40 penulis yang berasal dari latar belakang kehidupan, profesi, kebudayaan dan waktu hidup yang terpisah jauh, hanyalah bagaikan 40 batang pena di tangan Allah. Yang berperan utama dalam penulisan itu bukanlah ke-40 batang pena, melainkan penulisnya. Demikian pula, meskipun Alkitab ditulis sekitar 40 penulis, tetapi mereka hanya alat yang dipakai Allah, yang melalui mereka Allah menyatakan FirmanNya. Mereka menulis dengan pimpinan Roh Kudus: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (II Ptr. 1:20-21).
Di bawah ini penulis mengutip sebuah kisah perjalanan seorang agnostik yang banyak mempelajari atheisme, namun setelah dia mengenal Alkitab dan mulai menyelidikinya, ia menjadi takjub akan keajaiban yang ditemukan dalam Alkitab. Akhirnya sejak saat itu ia (yang bernama Ivan Panin), menghabiskan hampir seluruh hidupnya secara khusus melakukan penelitian ayat demi ayat dalam Alkitab:[1]
Di tahun 1882, Panin, seorang imigran muda dari Rusia menamatkan studinya di Harvard. Ia mengalami keubahan yang mengherankan di dalam Kristus, setelah sekian lama berkelana sebagai seorang agnostik yang sering mempelajari atheisme! Sebagai seorang sarjana matematika yang brilian, dan ahli berbagai bahasa dan sastra, Panin mulai mempelajari Alkitab sebagai seorang Kristen. Ia menunjukkan, bahwa Alkitab dalam bahasa aslinya adalah merupakan rancangan yang sempurna dari Seorang Maha pemikir Matematika jauh di atas kemampuan manusia untuk menyusunya. Ia memberikan lebih dari 43.000 lembar hasil penelitiannya kepada Yayasan Penelitian Nobel (Nobel Research Foundation), disertai dengan pernyataan, bahwa ini adalah bukti Alkitab sebagai Firman Allah. Mereka menjawab, "Sejauh penyelidikan yang telah kami lakukan kami menemukan bukti – bukti yang menguatkan pernyataan ini".Panin menemukan bahwa pola ‑ pola bilangan prima seperti 11, 13, 17, dan 23 terutama 7, ditemukan dalam berkas ‑ berkas yang besar. Ia menjumlah nilai ‑ nilai bilangan dari kata, kalimat, alinea, bait, dan kitab, dan ia menemukan pola ‑ pola yang sama dalam bentuk‑bentuk ini! Ia menemukan bahwa jumlah nilai bilangan dari kata ‑ kata habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari nama‑nama, baik pria maupun wanita, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata yang dimulai dengan huruf vokal maupun konsonan, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata ulang maupun kata tunggal, habis dibagi dengan 7 ! Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata benda maupun bukan kata benda habis dibagi dengan 7. Setiap kata, jumlah nilai bilangannya habis dibagi dengan 7! Mula‑mula Panin mendalami hanya satu bait saja dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan keteguhan bukti statistik dari rancangan supernatural ini. Ia mengatakan, bahwa semakin kita mendalami suatu bait, semakin kita mendapat bukti lebih banyak dari pola‑pola itu, sehingga pikiran kita menjadi terkagum‑kagum!
Memang, tidak bisa kita pungkiri bahwa ketika para penulis ini menggoreskan kalimat demi kalimat ke atas papirus[2], ada ide-ide dan pengalaman tertentu dari penulis yang dimasukan ke dalam tulisannya. Bahkan salah satu unsur yang tidak bisa lepas adalah campur tangan politik, khususnya kitab Perjanjian Lama. Menurut Robert B. Coote, tujuan awal bait suci dan kitab sucinya adalah melegitimasikan penguasa wangsa Daud (1000-520 sM).[3] Namun apakah Allah tidak bisa memakai situasi dan kondisi politik, terutama politik umat pilihan (Israel) untuk menyampaikan maksud, kehendak dan pengajaran-Nya yang dituangkan melalui para penulis Kitab Suci? Mengapa kita membatasi kerja kuasa Allah dalam segala hal? Sepanjang apa yang ditulis mereka, bermanfaat untuk mengajar, dan adanya intervensi/campur tangan Allah melalui Roh Kudus di kala proses penulisannya, ia akan menjadi Fiman yang bermanfaat untuk mendidik, mengajar, menuntun dan memperingatkan siapapun yang membaca Kitab Suci ini (I Kor. 10:6-11).
Begitu kita mulai meragukan otoritas penulis kitab dan bertanya, apakah benar bahwa penulis-penulis itu dipimpin oleh Roh Kudus? Dengan sendirinya otoritas Alkitab akan hancur di mata kita. Dan akhirnya kita akan menganggap Alkitab ini tidak mempunyai keunggulan/kelebihan jika dibandingkan dengan bukuk-buku lain yang banyak beredar di dunia. Karena itu titik penentuan apakah kita mengakui Alkitab sebagai Firman Tuhan, akan ditentukan oleh pengakuan kita kepada penulis kitab itu sendiri. Jika kita mengganggap bahwa mereka tidak dipakai Allah, apa yang mereka tulis hanya intervensi kekuasaan politik kerajaan tertentu di Israel. Dan kita sendiripun sanggup menulis seperti apa yang ditulis mereka, maka dengan sendirinya kita pun akan menulis buku dan menyamakan kedudukannya seperti Alkitab. Jika hal demikian sampai terjadi, dapatkah kita bayangkan berapa banyak kitab-kitab yang dianggap suci yang akan terbit dikemudian hari? Apakah identitas kekristenan bisa dipertahankan lagi, dan berapa banyak agama yang nantinya akan muncul dari hasil karya penulis-penulis pintar yang tersebar di seluruh dunia?
II. ALKITAB MERUPAKAN WAHYU ALLAH : (II Tim 3:15)
Walaupun Allah memakai manusia untuk menuliskan FirmanNya, namun secara prinsip otoritas, Dialah yang mewahyukannya[4]. Manusia hanya media yang dipakai Allah untuk menuangkan wahyuNya dalam bentuk tulisan (II Tim. 3:15-17). Penulis kurang setuju dengan penjelasan David Robert Ord dan Robert B. Coote, tentang “Ilham”, yang mengatakan bahwa: Kita juga dapat membandingkan kesejajaran yang lebih jauh antara Konstitusi tersebut dengan Alkitab dalam hal pengilhamannya. Konstitusi itu dapat juga disimpulkan sebagai diilhami oleh roh rakyat Amerika. Dengan “pengilhaman” kita tidak bermaksud mengatakan bahwa rakyat Amerikalah yang mendiktekan kata-kata yang ada di situ, tetapi para pengagas Konstitusi itu memang secara akurat mencerminkan perhatian rakyat Amerika dan menjawab persoalan yang relevan bagi bangsa Amerika. Para pembuat Konstitusi itu sungguh diilhami oleh rakyat Amerika karena mereka mengangkat persoalan yang hidup dalam jiwa rakyatnya. Maka pengilhaman (inspirasi) atas kitab-kitab dalam Alkitab pun dapat dipahami seperti di atas...”[5]
Jika pengilhaman terhadap penulisan Kitab Suci kita pahami seperti yang diungkapkan David dan Robert Coote, sangat berbahaya! Karena akan membuka peluang besar bagi penulis-penulis yang ahli dewasa ini, memunculkan buku-buku mereka dan kemudian diklain bahwa tulisan mereka itu merupakan kitab-kitab suci yang diilhamkan Allah. Bahwa mereka digerakan Roh Allah, mereka mendengar suara/bisikan Allah, mereka mendapat mimpi dan penglihatan Allah, sehingga apa yang mereka dapatkan dituangkanlah dalam bentuk tulisan. Kemudian mereka mengajarkan kepada orang-orang yang awam. Jika kitab suci buatan mereka itu muncul, kita juga tidak bisa menolak dan mengatakan bahwa mereka tidak dipakai Allah. Karena dengan alasan apakah kita mau menolak dan mengatakan bahwa tulisan mereka itu tidak diilhamkan Allah?
Pengilhaman tidak bisa disamakan dengan cara munculnya – dalam hal ini diambil Konstitusi di Amerika – sebuah buku undang-undang untuk mengatur suatu negara. Konstitusi digagas oleh sekelompok orang dalam satu forum secara bersamaan. Melalui rapat anggota legislatif, mengajukan ide dan rancangan undang-undang yang akan diberlakukan. Tetapi penulisan Alkitab tidaklah demikian. Para penulis tidak hidup dalam komunitas yang sama. Mereka berasal dari kebudayaan, profesi, latar belakang pendidikan, massa kehidupan, dan tempat tinggal yang terpaut jauh. Dan hasil tulisan mereka dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, ketika dikanonisasi, ternyata isinya saling mendukung, saling berkaitan dan saling menunjang. Mengapa demikian? Karena hanya ada satu Roh yang memberikan Ilham atau Wahyu kepada para penulis yaitu Roh Kudus. Tuhan Yesus sendiri mengakui bahwa penulis kitab, diantaranya raja Daud dipakai/ dipimpin oleh Roh Kudus ketika menuliskan kitabnya (Mrk. 12:35-36)
III. DIBUKTIKAN OLEH SEJARAH
George Eldon Ladd menuliskan dalam bukunya, Injil Kerajaan Allah: “Alkitab mempunyai sebuah jawaban dalam sejarah. Tema pokok dari keseluruhan Alkitab adalah pekerjaan Allah menyelamatkan manusia dalam sejarah”.[6]
Alkitab berbicara tentang kehidupan manusia dalam konteks visi sejarah yang universal, sejarah kosmis. Meskipun, tentu saja, Alkitab juga memuat banyak macam bahan – perundang-undangan yang legal, doa-doa, ucapan-ucapan kebijaksanaan, dan perintah moral – Alkitab, dalam rencananya yang menyeluruh dan dalam sebagian besar isinya, adalah sejarah. Alkitab menempatkan dirinya dihadapan kita suatu visi tentang sejarah kosmis, dari penciptaan dunia sampai ke penggenapannya yang terakhir, tentang bangsa-bangsa yang membentuk satu keluarga umat manusia, dan tentu saja tentang satu bangsa yang dipilih untuk menjadi pengemban makna sejarah demi untuk semua, dan tentang satu manusia yang dipanggil untuk menjadi pengemban makna tersebut untuk bangsa itu. Berbagai macam peristiwa, tempat terjadinya peristiwa, bahkan tahun terjadinya peristiwa yang tertulis dalam Alkitab, dapat dibuktikan melalui penggalian sejarah. Alkitab adalah sejarah yang universal[7].
IV. ALKITAB DIYAKINI OLEH MILIARAN MANUSIA DI MUKA BUMI
Suatu kritikan umum dari mereka yang menentang atau yang ragu-ragu terhadap Alkitab adalah bahwa “Alkitab adalah sebuah buku mitos yang berisi cerita-cerita fiktif. Karena itu peristiwa, mujizat dan tokoh yang diungkapkan adalah fiktif belaka”. Kritikan demikian muncul karena mereka bukan menerima Alkitab dengan iman tetapi dengan logika. Ketika mereka membaca bagaimana Allah menyatakan kuasa dan mujizatNya di tengah-tengah manusia, bagi mereka itu adalah hal yang mustahil terjadi. Karena itu kuasa Allah yang ajaib itu bagi mereka hanya semacam mitos yang diajarkan turun-temurun dan dibumbui dari generasi yang satu ke generasi yang selanjutnya, sehingga cerita itu menjadi semakin menarik untuk dibaca sebagai sebuah buku hiburan atau dongeng bagi anak-anak.
Kritikan demikian sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat, sebab mitos tidak memiliki imbangan di dalam kebenaran historis, maka mereka dipertimbangkan sebagai sumber kebenaran yang tidak dapat dipercaya[8]. Mitos adalah “Cerita Fiktif, cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib[9]. Jika Alkitab hanya sebuah buku Mitos / Cerita Fiktif, mengapa orang yang mempercayainya demikian banyak – umat Kristen dan Katolik di dunia berjumlah satu miliar lebih – apakah mereka adalah orang-orang bodoh yang naif dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Dengan mengatakan bahwa Alkitab adalah sebuah buku Mitos, sama artinya melecehkan dan mengatakan bahwa miliaran manusia Kristen yang mempercayai Alkitab adalah orang-orang bodoh yang terjebak dalam kebohongan sebuah buku. Mereka percaya Alkitab sebagai Firman Tuhan, tentunya berlandaskan pengalaman rohani mereka secara pribadi dengan Alkitab dan dengan Allah yang diungkapkan melalui Alkitab tersebut. Hidup mereka diubah dari jahat menjadi baik, menjadi manusia ciptaan baru yang penuh pengharapan. Banyak orang Kristen diseluruh dunia, memiliki pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus; apakah itu berupa kesembuhan penyakit, kekuatan dan penghiburan disaat lemah, penglihatan dan mimpi ajaib.
V. ALKITAB SELALU RELEVAN
Dipertengahan abad 17; Voltaire, salah satu dari penulis‑penulis yang paling berpengaruh di masa itu, menunjukkan sebuah Alkitab di tangannya dan berkata, "Dalam 100 tahun mendatang. Kekristenan akan tersapu lenyap dan tinggal sejarah saja!"[10] Lucunya, hanya 50 tahun setelah kematiannya, Perkumpulan Alkitab Jenewa (Geneva Bible Society) memakai rumahnya sebagai markas besar mereka untuk mencetakan dan mengedarkan Alkitab!
Jika kita beranggapan bahwa Alkitab yang ditulis ribuan tahun lalu tidak relevan lagi untuk dipraktekkan zaman teknologi maju seperti sekarang ini. Yang ingin penulis tanyakan: dalam hal apa dikatakan tidak relevan? Atau sebaliknya kita tidak ingin diikat/dibelenggu oleh Kebenaran Allah berupa aturan-aturan, dan ingin bebas lepas sebebas-bebasnya? Jika demikian halnya permasalahannya bukan pada Alkitab, tetapi pada ketidakpuasan pribadi manusia untuk mengejar kehidupan duniawi. Sama seperi Adam dan Hawa yang merasa terikat oleh perintah Allah agar jangan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mereka ingin bebas tanpa aturan. Dan apa hasil kebebasan yang mereka peroleh? Justru sebaliknya karena mereka melanggar perintah Allah, mereka jatuh ke dalam dosa dan penghukuman/kutukan, yang berakhir dengan penderitaan jasmani dan rohani (Kej. 2:15-17; 3:1-24).
VI. ALKITAB BERSAKSI TENTANG YESUS KRISTUS
Jika orang-orang dunia tidak percaya Alkitab sebagai Firman Allah adalah hal yang wajar, oleh karena mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat manusia. Tetapi jika ada umat Kristen yang tidak percaya Alkitab adalah Firman Allah adalah sangat naif. Bagaimana orang demikian bisa disebut Kristen – pengikut Kristus (Kis. 11:26; 16:7; 26:28)? Karena antara Kitab Suci dan Yesus Kristus – Allah – adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Yesus Kristus adalah FIRMAN dan ALLAH, yang menjadi manusia: “ Pada mulanya adalah Firman ; Firman itu bersama – sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah ; Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” ( Yoh. 1:1,14), bandingkan: (Flp. 2:5-9; Kol. 1:15; Ibr. 1:3; I Tim. 3:16).
Karena itu Alkitab adalah sebuah buku yang bersaksi tentang Yesus Kristus: “ Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu” (Yoh. 5:39-40; bandingkan: Luk. 24:44-47; Yoh. 20:31). Karena itu tidak mempercayai Alkitab sebagai Firman Allah sama artinya tidak percaya kesaksian tentang Yesus Kristus. Dan tentunya tidak akan ada gunanya juga jika seseorang hanya mempercayai Alkitab, tetapi tidak menjalankan Alkitab itu dalam kehidupannya sehari-hari. Sama seperti iman tanpa perbuatan, demikianlah percaya kepada Alkitab tetapi tidak melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab. Yang dituntut Yesus dari kita adalah mendengar, percaya dan melakukan: “ Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri........” (Yak. 1:22-25). Karena itu kehidupan kekal bukan terletak pada percaya kepada Alkitab, tetapi pada tindakan melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab.
Adalah kewajiban utama dan tertinggi dari setiap makhluk yang berakal untuk mempelajari dari Kitab Suci apa KEBENARAN itu, kemudian berjalan dalam terang kebenaran dan mendorong orang lain untuk mengikutinya. Kita harus mempelajari Alkitab dengan rajin setiap hari, mempertimbangkan setiap pemikiran dan membandingkan ayat dengan ayat [11]. Yang diharapkan adalah kita bersikap seperti orang-orang Yahudi di Berea, setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci dan akhirnya mereka percaya dan menerimanya sebagai kebenaran Firman Tuhan (Kis. 17:11-12).
VIII. KEKRISTENAN SEMU/PALSU
Keprihatinan yang realistis saat ini adalah mengenai munculnya kekristenan semu bahkan Palsu. Sumber dari perkara ini adalah akibat kesalahmengertian orang tentang bagaimana berteologi Kristen itu? Sesungguhnya Ciri pokok dari theologi Kristen ada pada “bersumber pada Alkitab” dan “dibawah wibawa Firman Allah di dalam Kitab Suci”. Seorang Theolog dapat dikatakan theolok Kristen apabila percaya dan berada dalam wibawa kitab suci, bukan pada posisi sebaliknya(mencemooh dan memutarbalikkan makna Alkitab). Teman-teman Pascasarjana Satya Wacana dalam diskusinya menyayangkan pendapat-pendapat John Spong; suatu contoh dalam buku yang dia tulis[12] mengungkapkan bahwa dia setuju dengan Homoseks. Bahkan dalam suatu seminar[13] yang diadakan di Salatiga, secara terang-terangan ia mengakui telah mentahbiskan beberapa pendeta homoseks di gereja yang dipimpinnya. Yang ingin penulis kritisi secara tajam adalah: Apakah itu betul-betul Firman Tuhan? Atau sebaliknya pemutarbalikkan Firman Tuhan? Karena banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang menentang tindakan homoseks (Kej. 19:1-29; I Kor. 6:9; Why. 21:8; Rm. 1:26-27; I Tim. 1:9-10; Im. 20:13).
Secara pribadi, penulis turut prihatin dan merasa kasihan kepada mereka yang memiliki kelainan seksual tersebut. Orang demikian memang perlu diberi dukungan, baik secara mental maupun secara moril. Kita harus terima mereka dalam pergaulan komunitas masyarakat dan dalam gereja. Mereka juga orang yang layak diselamatkan. Namun jangan sampai keprihatinan tersebut salah arah, sehingga mendukung tindakan mereka dalam melakukan persebutuhan yang tak wajar. Bagi penulis, itu adalah suatu penyakit yang harus disembuhkan. Sama halnya seorang yang memiliki kelainan jiwa berupa suka mengambil/menilap barang-barang orang lain, meskipun ia sendiri sanggup membeli barang-barang yang dia ambil. Tapi bagi orang tersebut, bisa mengambil barang orang lain adalah suatu kepuasan/kenikmatan tersendiri, suatu kepuasan yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Sama halnya dengan homoseks. Kita tidak seharusnya mendukung dan setuju dengan tindakannya melakukan persetubuhan yang tak wajar itu. Apakah homoseks tidak bisa disembuhkan? Yang menjadi pertanyaan kita adalah: Percayakah kita akan kuasa Allah? Jika Allah sanggup melakukan berbagai macam mujizat dan kesembuhan, bahkan membangkitkan orang mati, tidak sanggupkah Allah menyembuhkan kelainan jiwa atau kelainan gen atau kelainan kromosom yang dialami seorang homoseks atau lesbian? Kecuali jika kita tidak percaya kepada kuasa Allah. Selain itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran yang semakin canggih, seharusnya penyakit tersebut sudah bisa ditangani.
Jadi agaknya perlu dibangun satu aturan yang menjelaskan tentang karakteristik Theologia Kristen, supaya di kemudian hari tidak semakin banyak orang yang mengaku Kristen tetapi tidak percaya Alkitab. Mengaku Theolog Kristen tetapi justru menyerang Kitab Sucinya sendiri. Kekristenan yang semacam itu adalah semu bahkan palsu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
2. Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001
3. Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985
4. David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar? BPK Gunung Mulia, 2000
5. Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994
6. Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999
7. Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001
9. Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993.
10. Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990.
[1] Bagian ini penulis kutip dari artikel Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
[2] Semacam alang-alang air yang tumbuh di Eropa Selatan dan Afrika Utara, digunakan sebagai bahan kertas pada zaman dahulu, menurut penelitian, zaman dulu Alkitab juga ditulis di atas kertas semacam papyrus.
[3] Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001, Hal 4, 215-223
[4] Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985, hal 29
[5] Kutipan perkataan David Robert Ord dan Robert B. Coote, APAKAH ALKITAB BENAR? BPK Gunung Mulia, 2000, hal 135-136
[6] Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994, 162
[7] Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999,124.
[8] Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995, 10.
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001, 749
[10] Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993, hal 136-143.
[11] Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990, 564-565.
[12] Diantara bukunya: A New Christianity for a New World.
[13] Seminar ini diadakan pada tanggal 22 Juli 2003, di Balairung UKSW.
(Suatu upaya membangun kriteria teologi Kristen)
Berusaha menyelidiki dan menggali Kebenaran Alkitab adalah hal yang sangat baik, karena melalui penyelidikan dan penggalian inilah kita akan mengetahui: siapakah penulis kitab tersebut, kapan kitab itu ditulis, dalam rangka apa kitab itu ditulis, sasaran pembaca, apa pesan/isi/tema utama dari kitab tersebut? Namun hasil akhir dari penyelidikan ini akan muncul 2 kemungkinan, baik bagi orang yang menyelidiki maupun orang lain yang membaca hasil penyelidikan tersebut.
Kemungkinan yang pertama, orang itu akan mengalami goncangan iman, mungkin juga kehilangan iman. Sebab mungkin ketika ia baru mulai mengenal Kitab Suci dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia diajarkan bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN. Namun setelah menyelidikinya sendiri atau setelah membaca hasil penyelidikan orang lain ia mendapati kenyataan yang berbeda, yang berakhir pada satu kesimpulan bahwa Alkitab hanya tulisan/hasil karya literatur manusia saja! Ketika kesimpulan demikian diambil, masihkah orang demikian akan percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan? Pada masa perubahan seperti ini, banyak orang menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dipercayai.
Kemungkinan yang kedua, orang itu akan mengalami pertumbuhan dan kekuatan iman dan semakin percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan. Sebab ketika ia melakukan penyelidikan atau membaca hasil penyelidikan orang lain, terungkap baginya bahwa Alkitab adalah sebuah buku luar biasa dan ajaib. Meskipun para penulis Kitab Suci ini rata-rata berpendidikan rendah (kemungkinan besar tidak ada satupun penulis kitab yang bergelar Doktor – Kis. 4:13), dari latar belakang kehidupan yang berbeda, massa/tahun kehidupan yang berbeda pula, namun bisa menghasilkan tulisan yang menakjubkan. Banyak ketepatan sejarah dan ketepatan penggenapan nubuat. Antara kitab satu dengan kitab lain saling mendukung (andaikata terdapat perbedaan atau pertentangan antar kitab, itupun persentasenya sangat kecil, ada juga kemungkinan kita salah menafsirkannya sehingga muncul perbedaan-perbedaan tersebut).
Semua manusia dalam menilai sesuatu (benda, peristiwa, keadaan, situasi dan kondisi, dll.), selalu pada dua kesimpulan, positif dan negatif atau baik dan buruk.
Sekarang penulis kembali kepada judul makalah ini: APAKAH ALKITAB ITU FIRMAN TUHAN? Secara pribadi, penulis tetap percaya bahwa Alkitab adalah FIRMAN TUHAN, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
I. ALLAH YANG MENULIS ALKITAB
Pertanyaan yang diajukan di sini adalah: mungkinkah manusia mengarang Alkitab? Bagi orang beriman, Alkitab semakin dibaca, semakin terlihat betapa hebatnya kesatuan yang terkandung didalamnya. Semakin mendalaminya semakin dilihat betapa tingginya ketelitiannya, dan akan menemukan bahwa bukan 40 orang yang mengarangnya, tetapi Satu Orang, yaitu ALLAH sendiri! Sekitar 40 penulis yang berasal dari latar belakang kehidupan, profesi, kebudayaan dan waktu hidup yang terpisah jauh, hanyalah bagaikan 40 batang pena di tangan Allah. Yang berperan utama dalam penulisan itu bukanlah ke-40 batang pena, melainkan penulisnya. Demikian pula, meskipun Alkitab ditulis sekitar 40 penulis, tetapi mereka hanya alat yang dipakai Allah, yang melalui mereka Allah menyatakan FirmanNya. Mereka menulis dengan pimpinan Roh Kudus: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (II Ptr. 1:20-21).
Di bawah ini penulis mengutip sebuah kisah perjalanan seorang agnostik yang banyak mempelajari atheisme, namun setelah dia mengenal Alkitab dan mulai menyelidikinya, ia menjadi takjub akan keajaiban yang ditemukan dalam Alkitab. Akhirnya sejak saat itu ia (yang bernama Ivan Panin), menghabiskan hampir seluruh hidupnya secara khusus melakukan penelitian ayat demi ayat dalam Alkitab:[1]
Di tahun 1882, Panin, seorang imigran muda dari Rusia menamatkan studinya di Harvard. Ia mengalami keubahan yang mengherankan di dalam Kristus, setelah sekian lama berkelana sebagai seorang agnostik yang sering mempelajari atheisme! Sebagai seorang sarjana matematika yang brilian, dan ahli berbagai bahasa dan sastra, Panin mulai mempelajari Alkitab sebagai seorang Kristen. Ia menunjukkan, bahwa Alkitab dalam bahasa aslinya adalah merupakan rancangan yang sempurna dari Seorang Maha pemikir Matematika jauh di atas kemampuan manusia untuk menyusunya. Ia memberikan lebih dari 43.000 lembar hasil penelitiannya kepada Yayasan Penelitian Nobel (Nobel Research Foundation), disertai dengan pernyataan, bahwa ini adalah bukti Alkitab sebagai Firman Allah. Mereka menjawab, "Sejauh penyelidikan yang telah kami lakukan kami menemukan bukti – bukti yang menguatkan pernyataan ini".Panin menemukan bahwa pola ‑ pola bilangan prima seperti 11, 13, 17, dan 23 terutama 7, ditemukan dalam berkas ‑ berkas yang besar. Ia menjumlah nilai ‑ nilai bilangan dari kata, kalimat, alinea, bait, dan kitab, dan ia menemukan pola ‑ pola yang sama dalam bentuk‑bentuk ini! Ia menemukan bahwa jumlah nilai bilangan dari kata ‑ kata habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari nama‑nama, baik pria maupun wanita, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata yang dimulai dengan huruf vokal maupun konsonan, habis dibagi dengan 7. Jumlah nilai bilangan dari kata ulang maupun kata tunggal, habis dibagi dengan 7 ! Jumlah nilai bilangan dari kata‑kata benda maupun bukan kata benda habis dibagi dengan 7. Setiap kata, jumlah nilai bilangannya habis dibagi dengan 7! Mula‑mula Panin mendalami hanya satu bait saja dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan keteguhan bukti statistik dari rancangan supernatural ini. Ia mengatakan, bahwa semakin kita mendalami suatu bait, semakin kita mendapat bukti lebih banyak dari pola‑pola itu, sehingga pikiran kita menjadi terkagum‑kagum!
Memang, tidak bisa kita pungkiri bahwa ketika para penulis ini menggoreskan kalimat demi kalimat ke atas papirus[2], ada ide-ide dan pengalaman tertentu dari penulis yang dimasukan ke dalam tulisannya. Bahkan salah satu unsur yang tidak bisa lepas adalah campur tangan politik, khususnya kitab Perjanjian Lama. Menurut Robert B. Coote, tujuan awal bait suci dan kitab sucinya adalah melegitimasikan penguasa wangsa Daud (1000-520 sM).[3] Namun apakah Allah tidak bisa memakai situasi dan kondisi politik, terutama politik umat pilihan (Israel) untuk menyampaikan maksud, kehendak dan pengajaran-Nya yang dituangkan melalui para penulis Kitab Suci? Mengapa kita membatasi kerja kuasa Allah dalam segala hal? Sepanjang apa yang ditulis mereka, bermanfaat untuk mengajar, dan adanya intervensi/campur tangan Allah melalui Roh Kudus di kala proses penulisannya, ia akan menjadi Fiman yang bermanfaat untuk mendidik, mengajar, menuntun dan memperingatkan siapapun yang membaca Kitab Suci ini (I Kor. 10:6-11).
Begitu kita mulai meragukan otoritas penulis kitab dan bertanya, apakah benar bahwa penulis-penulis itu dipimpin oleh Roh Kudus? Dengan sendirinya otoritas Alkitab akan hancur di mata kita. Dan akhirnya kita akan menganggap Alkitab ini tidak mempunyai keunggulan/kelebihan jika dibandingkan dengan bukuk-buku lain yang banyak beredar di dunia. Karena itu titik penentuan apakah kita mengakui Alkitab sebagai Firman Tuhan, akan ditentukan oleh pengakuan kita kepada penulis kitab itu sendiri. Jika kita mengganggap bahwa mereka tidak dipakai Allah, apa yang mereka tulis hanya intervensi kekuasaan politik kerajaan tertentu di Israel. Dan kita sendiripun sanggup menulis seperti apa yang ditulis mereka, maka dengan sendirinya kita pun akan menulis buku dan menyamakan kedudukannya seperti Alkitab. Jika hal demikian sampai terjadi, dapatkah kita bayangkan berapa banyak kitab-kitab yang dianggap suci yang akan terbit dikemudian hari? Apakah identitas kekristenan bisa dipertahankan lagi, dan berapa banyak agama yang nantinya akan muncul dari hasil karya penulis-penulis pintar yang tersebar di seluruh dunia?
II. ALKITAB MERUPAKAN WAHYU ALLAH : (II Tim 3:15)
Walaupun Allah memakai manusia untuk menuliskan FirmanNya, namun secara prinsip otoritas, Dialah yang mewahyukannya[4]. Manusia hanya media yang dipakai Allah untuk menuangkan wahyuNya dalam bentuk tulisan (II Tim. 3:15-17). Penulis kurang setuju dengan penjelasan David Robert Ord dan Robert B. Coote, tentang “Ilham”, yang mengatakan bahwa: Kita juga dapat membandingkan kesejajaran yang lebih jauh antara Konstitusi tersebut dengan Alkitab dalam hal pengilhamannya. Konstitusi itu dapat juga disimpulkan sebagai diilhami oleh roh rakyat Amerika. Dengan “pengilhaman” kita tidak bermaksud mengatakan bahwa rakyat Amerikalah yang mendiktekan kata-kata yang ada di situ, tetapi para pengagas Konstitusi itu memang secara akurat mencerminkan perhatian rakyat Amerika dan menjawab persoalan yang relevan bagi bangsa Amerika. Para pembuat Konstitusi itu sungguh diilhami oleh rakyat Amerika karena mereka mengangkat persoalan yang hidup dalam jiwa rakyatnya. Maka pengilhaman (inspirasi) atas kitab-kitab dalam Alkitab pun dapat dipahami seperti di atas...”[5]
Jika pengilhaman terhadap penulisan Kitab Suci kita pahami seperti yang diungkapkan David dan Robert Coote, sangat berbahaya! Karena akan membuka peluang besar bagi penulis-penulis yang ahli dewasa ini, memunculkan buku-buku mereka dan kemudian diklain bahwa tulisan mereka itu merupakan kitab-kitab suci yang diilhamkan Allah. Bahwa mereka digerakan Roh Allah, mereka mendengar suara/bisikan Allah, mereka mendapat mimpi dan penglihatan Allah, sehingga apa yang mereka dapatkan dituangkanlah dalam bentuk tulisan. Kemudian mereka mengajarkan kepada orang-orang yang awam. Jika kitab suci buatan mereka itu muncul, kita juga tidak bisa menolak dan mengatakan bahwa mereka tidak dipakai Allah. Karena dengan alasan apakah kita mau menolak dan mengatakan bahwa tulisan mereka itu tidak diilhamkan Allah?
Pengilhaman tidak bisa disamakan dengan cara munculnya – dalam hal ini diambil Konstitusi di Amerika – sebuah buku undang-undang untuk mengatur suatu negara. Konstitusi digagas oleh sekelompok orang dalam satu forum secara bersamaan. Melalui rapat anggota legislatif, mengajukan ide dan rancangan undang-undang yang akan diberlakukan. Tetapi penulisan Alkitab tidaklah demikian. Para penulis tidak hidup dalam komunitas yang sama. Mereka berasal dari kebudayaan, profesi, latar belakang pendidikan, massa kehidupan, dan tempat tinggal yang terpaut jauh. Dan hasil tulisan mereka dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, ketika dikanonisasi, ternyata isinya saling mendukung, saling berkaitan dan saling menunjang. Mengapa demikian? Karena hanya ada satu Roh yang memberikan Ilham atau Wahyu kepada para penulis yaitu Roh Kudus. Tuhan Yesus sendiri mengakui bahwa penulis kitab, diantaranya raja Daud dipakai/ dipimpin oleh Roh Kudus ketika menuliskan kitabnya (Mrk. 12:35-36)
III. DIBUKTIKAN OLEH SEJARAH
George Eldon Ladd menuliskan dalam bukunya, Injil Kerajaan Allah: “Alkitab mempunyai sebuah jawaban dalam sejarah. Tema pokok dari keseluruhan Alkitab adalah pekerjaan Allah menyelamatkan manusia dalam sejarah”.[6]
Alkitab berbicara tentang kehidupan manusia dalam konteks visi sejarah yang universal, sejarah kosmis. Meskipun, tentu saja, Alkitab juga memuat banyak macam bahan – perundang-undangan yang legal, doa-doa, ucapan-ucapan kebijaksanaan, dan perintah moral – Alkitab, dalam rencananya yang menyeluruh dan dalam sebagian besar isinya, adalah sejarah. Alkitab menempatkan dirinya dihadapan kita suatu visi tentang sejarah kosmis, dari penciptaan dunia sampai ke penggenapannya yang terakhir, tentang bangsa-bangsa yang membentuk satu keluarga umat manusia, dan tentu saja tentang satu bangsa yang dipilih untuk menjadi pengemban makna sejarah demi untuk semua, dan tentang satu manusia yang dipanggil untuk menjadi pengemban makna tersebut untuk bangsa itu. Berbagai macam peristiwa, tempat terjadinya peristiwa, bahkan tahun terjadinya peristiwa yang tertulis dalam Alkitab, dapat dibuktikan melalui penggalian sejarah. Alkitab adalah sejarah yang universal[7].
IV. ALKITAB DIYAKINI OLEH MILIARAN MANUSIA DI MUKA BUMI
Suatu kritikan umum dari mereka yang menentang atau yang ragu-ragu terhadap Alkitab adalah bahwa “Alkitab adalah sebuah buku mitos yang berisi cerita-cerita fiktif. Karena itu peristiwa, mujizat dan tokoh yang diungkapkan adalah fiktif belaka”. Kritikan demikian muncul karena mereka bukan menerima Alkitab dengan iman tetapi dengan logika. Ketika mereka membaca bagaimana Allah menyatakan kuasa dan mujizatNya di tengah-tengah manusia, bagi mereka itu adalah hal yang mustahil terjadi. Karena itu kuasa Allah yang ajaib itu bagi mereka hanya semacam mitos yang diajarkan turun-temurun dan dibumbui dari generasi yang satu ke generasi yang selanjutnya, sehingga cerita itu menjadi semakin menarik untuk dibaca sebagai sebuah buku hiburan atau dongeng bagi anak-anak.
Kritikan demikian sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat, sebab mitos tidak memiliki imbangan di dalam kebenaran historis, maka mereka dipertimbangkan sebagai sumber kebenaran yang tidak dapat dipercaya[8]. Mitos adalah “Cerita Fiktif, cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib[9]. Jika Alkitab hanya sebuah buku Mitos / Cerita Fiktif, mengapa orang yang mempercayainya demikian banyak – umat Kristen dan Katolik di dunia berjumlah satu miliar lebih – apakah mereka adalah orang-orang bodoh yang naif dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Dengan mengatakan bahwa Alkitab adalah sebuah buku Mitos, sama artinya melecehkan dan mengatakan bahwa miliaran manusia Kristen yang mempercayai Alkitab adalah orang-orang bodoh yang terjebak dalam kebohongan sebuah buku. Mereka percaya Alkitab sebagai Firman Tuhan, tentunya berlandaskan pengalaman rohani mereka secara pribadi dengan Alkitab dan dengan Allah yang diungkapkan melalui Alkitab tersebut. Hidup mereka diubah dari jahat menjadi baik, menjadi manusia ciptaan baru yang penuh pengharapan. Banyak orang Kristen diseluruh dunia, memiliki pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus; apakah itu berupa kesembuhan penyakit, kekuatan dan penghiburan disaat lemah, penglihatan dan mimpi ajaib.
V. ALKITAB SELALU RELEVAN
Dipertengahan abad 17; Voltaire, salah satu dari penulis‑penulis yang paling berpengaruh di masa itu, menunjukkan sebuah Alkitab di tangannya dan berkata, "Dalam 100 tahun mendatang. Kekristenan akan tersapu lenyap dan tinggal sejarah saja!"[10] Lucunya, hanya 50 tahun setelah kematiannya, Perkumpulan Alkitab Jenewa (Geneva Bible Society) memakai rumahnya sebagai markas besar mereka untuk mencetakan dan mengedarkan Alkitab!
Jika kita beranggapan bahwa Alkitab yang ditulis ribuan tahun lalu tidak relevan lagi untuk dipraktekkan zaman teknologi maju seperti sekarang ini. Yang ingin penulis tanyakan: dalam hal apa dikatakan tidak relevan? Atau sebaliknya kita tidak ingin diikat/dibelenggu oleh Kebenaran Allah berupa aturan-aturan, dan ingin bebas lepas sebebas-bebasnya? Jika demikian halnya permasalahannya bukan pada Alkitab, tetapi pada ketidakpuasan pribadi manusia untuk mengejar kehidupan duniawi. Sama seperi Adam dan Hawa yang merasa terikat oleh perintah Allah agar jangan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mereka ingin bebas tanpa aturan. Dan apa hasil kebebasan yang mereka peroleh? Justru sebaliknya karena mereka melanggar perintah Allah, mereka jatuh ke dalam dosa dan penghukuman/kutukan, yang berakhir dengan penderitaan jasmani dan rohani (Kej. 2:15-17; 3:1-24).
VI. ALKITAB BERSAKSI TENTANG YESUS KRISTUS
Jika orang-orang dunia tidak percaya Alkitab sebagai Firman Allah adalah hal yang wajar, oleh karena mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat manusia. Tetapi jika ada umat Kristen yang tidak percaya Alkitab adalah Firman Allah adalah sangat naif. Bagaimana orang demikian bisa disebut Kristen – pengikut Kristus (Kis. 11:26; 16:7; 26:28)? Karena antara Kitab Suci dan Yesus Kristus – Allah – adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Yesus Kristus adalah FIRMAN dan ALLAH, yang menjadi manusia: “ Pada mulanya adalah Firman ; Firman itu bersama – sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah ; Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” ( Yoh. 1:1,14), bandingkan: (Flp. 2:5-9; Kol. 1:15; Ibr. 1:3; I Tim. 3:16).
Karena itu Alkitab adalah sebuah buku yang bersaksi tentang Yesus Kristus: “ Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu” (Yoh. 5:39-40; bandingkan: Luk. 24:44-47; Yoh. 20:31). Karena itu tidak mempercayai Alkitab sebagai Firman Allah sama artinya tidak percaya kesaksian tentang Yesus Kristus. Dan tentunya tidak akan ada gunanya juga jika seseorang hanya mempercayai Alkitab, tetapi tidak menjalankan Alkitab itu dalam kehidupannya sehari-hari. Sama seperti iman tanpa perbuatan, demikianlah percaya kepada Alkitab tetapi tidak melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab. Yang dituntut Yesus dari kita adalah mendengar, percaya dan melakukan: “ Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri........” (Yak. 1:22-25). Karena itu kehidupan kekal bukan terletak pada percaya kepada Alkitab, tetapi pada tindakan melakukan apa yang diperintahkan Allah dalam Alkitab.
Adalah kewajiban utama dan tertinggi dari setiap makhluk yang berakal untuk mempelajari dari Kitab Suci apa KEBENARAN itu, kemudian berjalan dalam terang kebenaran dan mendorong orang lain untuk mengikutinya. Kita harus mempelajari Alkitab dengan rajin setiap hari, mempertimbangkan setiap pemikiran dan membandingkan ayat dengan ayat [11]. Yang diharapkan adalah kita bersikap seperti orang-orang Yahudi di Berea, setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci dan akhirnya mereka percaya dan menerimanya sebagai kebenaran Firman Tuhan (Kis. 17:11-12).
VIII. KEKRISTENAN SEMU/PALSU
Keprihatinan yang realistis saat ini adalah mengenai munculnya kekristenan semu bahkan Palsu. Sumber dari perkara ini adalah akibat kesalahmengertian orang tentang bagaimana berteologi Kristen itu? Sesungguhnya Ciri pokok dari theologi Kristen ada pada “bersumber pada Alkitab” dan “dibawah wibawa Firman Allah di dalam Kitab Suci”. Seorang Theolog dapat dikatakan theolok Kristen apabila percaya dan berada dalam wibawa kitab suci, bukan pada posisi sebaliknya(mencemooh dan memutarbalikkan makna Alkitab). Teman-teman Pascasarjana Satya Wacana dalam diskusinya menyayangkan pendapat-pendapat John Spong; suatu contoh dalam buku yang dia tulis[12] mengungkapkan bahwa dia setuju dengan Homoseks. Bahkan dalam suatu seminar[13] yang diadakan di Salatiga, secara terang-terangan ia mengakui telah mentahbiskan beberapa pendeta homoseks di gereja yang dipimpinnya. Yang ingin penulis kritisi secara tajam adalah: Apakah itu betul-betul Firman Tuhan? Atau sebaliknya pemutarbalikkan Firman Tuhan? Karena banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang menentang tindakan homoseks (Kej. 19:1-29; I Kor. 6:9; Why. 21:8; Rm. 1:26-27; I Tim. 1:9-10; Im. 20:13).
Secara pribadi, penulis turut prihatin dan merasa kasihan kepada mereka yang memiliki kelainan seksual tersebut. Orang demikian memang perlu diberi dukungan, baik secara mental maupun secara moril. Kita harus terima mereka dalam pergaulan komunitas masyarakat dan dalam gereja. Mereka juga orang yang layak diselamatkan. Namun jangan sampai keprihatinan tersebut salah arah, sehingga mendukung tindakan mereka dalam melakukan persebutuhan yang tak wajar. Bagi penulis, itu adalah suatu penyakit yang harus disembuhkan. Sama halnya seorang yang memiliki kelainan jiwa berupa suka mengambil/menilap barang-barang orang lain, meskipun ia sendiri sanggup membeli barang-barang yang dia ambil. Tapi bagi orang tersebut, bisa mengambil barang orang lain adalah suatu kepuasan/kenikmatan tersendiri, suatu kepuasan yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Sama halnya dengan homoseks. Kita tidak seharusnya mendukung dan setuju dengan tindakannya melakukan persetubuhan yang tak wajar itu. Apakah homoseks tidak bisa disembuhkan? Yang menjadi pertanyaan kita adalah: Percayakah kita akan kuasa Allah? Jika Allah sanggup melakukan berbagai macam mujizat dan kesembuhan, bahkan membangkitkan orang mati, tidak sanggupkah Allah menyembuhkan kelainan jiwa atau kelainan gen atau kelainan kromosom yang dialami seorang homoseks atau lesbian? Kecuali jika kita tidak percaya kepada kuasa Allah. Selain itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran yang semakin canggih, seharusnya penyakit tersebut sudah bisa ditangani.
Jadi agaknya perlu dibangun satu aturan yang menjelaskan tentang karakteristik Theologia Kristen, supaya di kemudian hari tidak semakin banyak orang yang mengaku Kristen tetapi tidak percaya Alkitab. Mengaku Theolog Kristen tetapi justru menyerang Kitab Sucinya sendiri. Kekristenan yang semacam itu adalah semu bahkan palsu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
2. Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001
3. Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985
4. David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar? BPK Gunung Mulia, 2000
5. Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994
6. Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999
7. Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001
9. Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993.
10. Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990.
[1] Bagian ini penulis kutip dari artikel Winkie Pratney, dalam artikel: Rahasia Kesempurnaan ALKITAB.
[2] Semacam alang-alang air yang tumbuh di Eropa Selatan dan Afrika Utara, digunakan sebagai bahan kertas pada zaman dahulu, menurut penelitian, zaman dulu Alkitab juga ditulis di atas kertas semacam papyrus.
[3] Robert B. Coote & Mary P. Coote: Kuasa, Politik & Proses Pembuatan alkitab, BPK Gunung Mulia, 2001, Hal 4, 215-223
[4] Kepercayaan Dan Kehidupan Kristen, Seminari Theologia Injili Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1985, hal 29
[5] Kutipan perkataan David Robert Ord dan Robert B. Coote, APAKAH ALKITAB BENAR? BPK Gunung Mulia, 2000, hal 135-136
[6] Dr. George Eldon Ladd, Injil Kerajaan Allah, Gandum Mas, 1994, 162
[7] Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, 1999,124.
[8] Dr. R.C. Sproul, Mengapa Percaya, Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, 1995, 10.
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi III, 2001, 749
[10] Dr. Irwin Moon, Alam Berkisah Tentang Allah ( Suatu Pendekatan Ilmiah ), Kanisius, 1993, hal 136-143.
[11] Ellen G. White, Kemenangan Akhir, Indonesia Publishing House – Offset di Indonesia, 1990, 564-565.
[12] Diantara bukunya: A New Christianity for a New World.
[13] Seminar ini diadakan pada tanggal 22 Juli 2003, di Balairung UKSW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar